EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PANITIA PELAKSANA UPACARA MULANG PAKELEM DI DANAU SEGARA ANAK GUNUNG RINJANI NUSA TENGGARA BARAT
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PANITIA PELAKSANA UPACARA MULANG PAKELEM DI DANAUSEGARA ANAK GUNUNG RINJANI
NUSA TENGGARA BARAT
,,Om Swastyastu,,
PENDAHULUAN
Kehidupan beragama komunitas Hindu
yang tersebar di Indonesia tidak pernah lepas dari kegiatan upacara yajña. Berbagai jenis upacara yajña dilakukan umat Hindu, baik yang
dilakukan setiap hari (nitya karma yajña)
maupun pada waktu-waktu tertentu (naimitika
karma yajña). Upacara yajña
merupakan bentuk pelaksanaan ajaran Hindu yang didalamnya mencerminkan kegiatan
praktis untuk menunjukkan rasa kasih dan bhakti kepada Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa, kepada alam semesta, kepada orang-orang
suci, kepada leluhur atau nenek moyang dan kepada sesama manusia. Pelaksanaan
upacara yajña dalam masyarakat yang
selalu berubah dan berkembang, cara-cra yang ditempuh untuk menunjukan rasa kasih dan bhakti tersebut berbeda-beda
disesuaikan menurut konsep tri matra
yakni desa (tempat), kala (waktu) dan patra (keadaan). Upacara yajña
yang dilaksanakan dilandasi hati yang suci serta tulus ikhlas menyesuaikan
dengan kemampuan umat Hindu, yang secara kualitas diatur berdasarkan tingkatan nista (kecil), madya (sedang), utama
(besar) tanpa mengurangi maknanya.
Sesuai dengan arah, tujuan serta
sasaran upacara yajña dalam Agama
Hindu ada lima jenis yajña yang
sudah umum dilakukan disebut dengan Pañca
Yajña yakni dewa yajña merupakan
korban suci yang ditujukan kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa, karena manusia merasa berutang kepada Bliau sebagai
pencipta semua makhluk hidup. Rs̩i yajña
adalah korban suci kepada orang-orang suci yang berjasa kepada umat Hindu di
dalam menuntun umatnya, sehingga bisa eksis menjalankan ajaran agama Hindu
sampai saat ini. Pitra yajña yaitu
korban suci yang ditujukan kepada roh leluhur. Manusa yajña yaitu korban suci kepada manusia. Bhūta yajña sebagai bagian terakhir
merupakan korban suci yang dilakukan manusia kepada para bhuta kala (Ngurah, 2011:10-12).
Pelaksanaan upacara pañca yajña yang diyakini oleh umat
Hindu sebagai kegiatan pengamalan ajaran agama dengan konsep ajaran tr̩i rn̩a yaitu tiga hutang yang harus
dibayar dalam kehidupan ini. Adapun
pembagiannya adalah dewa rn̩a yaitu
hutang urip atau jiwa kepada Tuhan
yang telah menciptakan kehidupan serta segala yang menunjang kehidupan di alam
semesta ini. Rs̩i rn̩a yaitu hutang
kepada Maharsi atas jasa kemurahannya
mengajarkan pengetahuan suci yang mengantarkan menuju kesejahtraan, kebahagiaan
lahir dan batin. Pitra rn̩a yaitu
hutang kepada leluhur atas jasanya melahirkan. Ketiga hutang ini sesungguhnya
terkait dengan eksistensi manusia di dunia ini. Itulah alasan utama yang
mewajibkan umat Hindu melaksanakan pañca
yajña secara berkesinambungan selama hidupnya, tanpa rasa lelah, sesal dan
keluh kesah, sehingga kebahagiaan abadi dapat dicapai (Putra, 2013:159).
Upacara agama Hindu merupakan
perwujudan ajaran pustaka suci Veda dalam praktek tradisi budaya ditempat
ajaran agama Hindu tersebut diimplementasikan. Berkenaan dengan itu pelaksanaan
upacara agama Hindu pada satu tempat dengan tempat lainnya belum tentu
menunjukkan kesamaan. Kendati terjadi perbedaan-perbedaan dalam pelaksanaan upacara,
namun substansinya merupakan mengimplementasikan ajaran pustaka suci Veda.
Fenomena tersebut dalam kaitannya dengan disiplin antropologi agama sebagai
perwujudan dari cara untuk menghayati ajaran yang diamanatkan dalam pustaka
suci Veda dalam tradisi budaya. (Widana, 2018:01).
Pengamalan ajaran agama Hindu melalui
upacara pañca yajña harus
dilaksanakan secara sempurna untuk tercapainya jagadhita dan moksa.
Pelaksanaan upacara yajña yang
dilakukan oleh umat Hindu merupakan pengamalan tiga kerangka ajaran yang
disebut tri jñana sandhi yakni tattwa (filsafat), susila (etika), dan acara
(ritual) yang merupakan satu kesatuan yang harus dilaksanakan secara utuh
karena satu dengan yang lainnya berhubungan. Hubungan ketiga unsur kerangka ini
ibarat telor yang terdiri dari tiga unsur yaitu kuning telur sebagai tattwa,
putih telur sebagai susila, dan kulit telur sebagai acara. apabila salah satu
unsur telur ini tidak ada atau rusak, maka telur tidak akan sempurna. Demikian
juga dengan tri jñana sandhi ini,
seorang yang pandai dalam tattwa
tetapi tidak bersusila dan tidak beryajña belum dikatakan sebagai
pemeluk Hindu yang baik (Putra, 2013:48-49).
Dalam pelaksanaan upacara yajña tidak dapat dipisahkan dengan
peran adat istiadat setempat. Tradisi (local
genius) dan adat istiadat merupakan suatu kebiasaan yang dilaksanakan
secara turun temurun oleh umat Hindu dimanapun berada yang diyakini memiliki
makna dan fungsi yang mendukung pelaksanaan upacara yajña. Tujuan dipertahakan adat istiadat dan tradisi adalah untuk
menjaga keharmonisan kehidupan sosial religius masyarakat setempat. Untuk
mencapai kebahagiaan, baik kebahagiaan jasmani maupun rohani, alam semesta
perlu dilestarikan dan dijaga keharmonisannya yang dalam ajaran agama Hindu
disebut dengan tri hita karana yang
berarti tiga hal penyebab kebahagiaan yaitu: parhyangan (hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan), pawongan (hubungan yang harmonis antara
sesama manusia), palemahan (hubungan
yang harmonis dengan alam lingkungan).
Konsep tri hita karana menjadi dasar umat Hindu mencintai lingkungan kapan
dan dimanapun berada, baik itu alam manusia (bhuana
alit) maupun alam semesta (bhuana
agung). Untuk menjaga keharmonisan alam perlu diimplementasikan dengan
melaksanakan salah satu bagian pañca yajña
yaitu dewa yajña yakni pemujaan serta persembahan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi dan sinar-sinar
suci-Nya yang disebut Dewa. Adapun pemujaan kehadapan para Dewa sebagai
manifestasi Tuhan karena beliau dianggap mempengaruhi serta mengatur gerak kehidupan
di dunia ini. Sebagaimana halnya matahari menerangi serta mempengaruhi
kehidupan di dunia dengan sinarnya, demikian pula Ida Sang Hyang Widhi menerangi serta mengatur gerak kehidupan di
alam semesta dengan sinar-sinar suci-Nya. Berdasarkan pemaknaan tersebut umat
Hindu tidak henti-hentinya melaksanakan upacara yajña. Hal yang sama diungkapkan oleh (Suarjaya 2008:07) bahwa
umat Hindu melaksanakan upacara yajña,
mengadakan pemujaan serta persembahan kehadapan para Dewa pasti mereka masih
menginginkan atau mengharapkan hasil, sedangkan yang sudah melepaskan keinginan
duniawi akan memusatkan pemujaannya ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi (Suarjaya dkk, 2008:07).
Demikian pula dari umat Hindu di Nusa
Tenggara Barat untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam beserta isinya
dengan melaksanakan dewa yajña salah
satunya adalah upacara mulang pekelem
di Danau Segara Anak Gunung Rinjani. Upacara ini dilaksanakan karena pada masa
penguasaan Raja Anak Agung Anglurah Ketut Karangasem sekitar pertengahan abad
ke XVII. Kondisi saat itu terjadi kemarau panjang yang menimbulkan kekeringan
serta kegagalan panen. Kekeringan yang berkepanjangan menyisakan penderitaan
bagi masyarakat ditambah lagi timbulnya wabah penyakit, sehingga banyak
masyarakat yang meninggal. Hal tersebut membuat raja menjadi resah dan sedih.
Menyikapi kejadian tersebut para rohaniawan mengadakan persembahyangan dan bersamadi memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar diberikan
jalan penyelesaiannya. Pelaksanaan persembahyangan dan samadi dilakukan di Pura Gunung Sari pada tilemning sasih kapat
yaitu lima belas hari sembelum purnamaning
sasih kalima pada tahun 1701 M. Dalam samadi tersebut para rohaniawan
mendapatkan sabda atau petunjuk agar
melakukan yajña mulang pekelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani yaitu dilakukan
pada purnamaning sasih kelima menurut
penanggalan Bali, sekitar bulan Oktober-Nopember (Sukasana,2014:04).
Sesuai dengan sabda atau petunjuk yang didapatkan yang merupakan cikal bakal dari
upacara mulang pakelem yang
dilaksanakan di Danau Segara Anak Gunung Rinjani. Masyarakat Hindu di Nusa
Tenggara Barat percaya bahwa dengan melakukan upacara mulang pakelem, persoalan kekeringan dapat diatasi. Setiap tahun
upacara mulang pakelem dilaksanakan pada bulan purnama
sasih kalima (menurut kalender Hindu Bali). Ritual tersebut ditujukan
kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
agar masyarakat di pulau Lombok pada umumnya di berikan hujan, sehinga dapat
memberikan kesuburan dan kesejahtraan hidup serta keseimbangan alam semesta.
Upacara mulang pakelem merupakan ragam kebudayaan lokal umat Hindu yang
berada di Nusa Tenggara Barat, yang hingga kini masih dipertahankan. Masyarakat
mempercayai bahwa upacara tersebut dahulunya merupakan suatu ritual
mendatangkan hujan. Situasi terkini di zaman serba modern dan teknologi kian
maju, tentunya terjadi pergeseran nilai-nilai yang relevan terkait dengan makna
ritual tersebut. Sebagian besar masyarakat belum memahami upacara mulang pakelem yang dilaksanakan setiap
tahun tersebut, yang diketahui upacara tersebut sudah ada semenjak dahulu yang
bertujuan untuk memohon hujan.
Melalui observasi awal peneliti bahwa
kenyataan dilapangan umat Hindu di Nusa Tenggara Barat belum sepenuhnya
mengetahui tentang makna upacara mulang
pakelem. Masyarakat hanya berpatokan pada tradisi lama yaitu bahwa upacara mulang pakelem yang dilaksanakan di
Danau Segara Anak Gunung Rinjani hanya ritual memohon hujan saja, padahal
sangat banyak makna-makna yang terkandung didalamnnya. Melalui observasi
tersebut penelitian ini sangat penting dilakukan untuk mengungkap ritual ini
dari kajian komunikasi. Melalui komunikasi yang baik maka proses ritual ini bisa
berjalan dengan lancar. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat belum semua
memahami tentang upacara mulang pakelem sehingga perlu disosialisasikan agar kedepannya
masyarakat lebih mantap menjalankannya.
Berdasarkan latar belakang di atas
peneliti tertarik untuk mengkaji tentang efektivitas komunikasi panitia
pelaksana dalam upacara mulang pakelem
di Danau Segara Anak Gunung Rinjani dalam bentuk karya ilmiah. Denga
n harapan
pengetahuan umat Hindu di Nusa Tenggara Barat lebih meningkat mengenai
pelaksanaan upacara mulang pakelem.
METODE
Dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan
efektivitas komunikasi dalam upacara mulang
pakelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani. Permasalahan yang diangkat
yaitu masalah sosial diantaranya bentuk, faktor pendukung dan penghambat, dan
manfaat komunikasi efektif dalam upacara mulang
pakelem. Data yang dikumpulkan adalah data yang ada pada saat ini selanjutnya
dianalisis dengan metode yang digunakan. Temuan yang diperoleh adalah suatu
jawaban dari suatu permasalahan yang ditetapkan.
Jenis
data yang dipergunakan dalam rencana penelitian ini yaitu data kualitatif yang
merupakan data diperoleh dari literatur dan hasil wawancara. Data kualitatif
adalah data yang tidak berupa angka-angka namun memberikan penjelasan yang
mendalam dan relevan dengan alasan dan tujuan dilakukannya penelitian. Sumber
data dalam penelitian ini menggunakan dua sumber yaitu data primer dan data
skunder.
Dalam pelaksanaan penelitian peneliti menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data yaitu, observasi partisipatif, wawancara langsung dan bersifat
tidak terstruktur, dokumentasi serta triangulasi. Selanjutnya
data yang telah dikumpulkan dinalisis dengan proses mengorganisasikan data, menjabarkannya kedalam
unit-unit, melakukan sintesa, menyusun pola, memilih mana yang penting dan
membuat kesimpulan. Untuk
mempermudah proses analisis data digunakan teori adaptasi interaksi, teori
semiotika komunikasi, dan teori struktural fungsional. Sedangkan untuk
melakukan pengecekan keabsahan data secara kualitatif
dilakukan uji kredibilitas (credibility) yakni dengan cara meningkatkan ketekunan, triangulasi,
diskusi dan memberchek.
HASIL PEMBAHASAN
1.
Sejarah Dan Aspek Religius
Gunung Rinjani
a.
Sejarah Singkat Gunung
Rinjani
Sebelum
abad ke – 19 tidak ada catatan tentang sejarah letusan atau erupsi dari Gunung Rinjani,
dan Gunung Baru Jari. Kegiatan Gunung Rinjani mulai ditulis oleh Zellinger
(1846) yang menyatakan bahwa pada waktu itu keadaan Gunung Rinjani dalam studi fumarola (terjadi embusan gas
gunung api yang mengandung gas dan uap air). Menurut Kusumadinata (1979) Gunung
Rinjani di masa lampau diperkirakan mencapai ketinggian 5000 m dpl. Oleh sebab
letusan besar yang sangat dahsyat dan kuat (parosial eruption) yang terjadi
pada lebih dari 14.000 tahun lalu, serta diikuti runtuhnya tubuh Gunung
(collape), maka terbentuklah kaldera
berukuran 4.800m x 3.500m berbentuk bulan sabit, di dalamnya terdapat danau
yang dikenal dengan Segara Anak dengan kedalaman hingga 230 m. ditengah kaldera
Gunung Rinjani saat ini terjadi pembentukan Gunung Api baru yaitu Gunung Baru
Jari (ketinggian 2.376 mdpl). Sejarah letusan Gunung Rinjani hingga saat ini
yaitu telah terjadi 11 kali letusan di antaranya: pada tahun 1884, 1901, 1906,
1909, 1944, 1966, 1994, 2004, dan yang terakhir yaitu pada bulan April tahun
2009.
Pada
awalnya Taman Nasional Gunung Rinjani merupakan kawasan Suaka Marga Satwa yang ditetapkan Gubernur
Hindia Belanda pada tahun 1941 berdasarkan Surat Keputusan No. 15 Staatblaat Nomor 77 Tanggal 12 Maret
1941, kemudian diumumkan melalui surat pernyataan Menteri Kehutanan No.
448/Menhut-VI/1990, pada acara Puncak Pekan Konservasi Alam Nasional ke-3
di Mataram, Nusa Tenggara Barat dan
ditunjukan sebagai Taman Nasional Gunung
Rinjani dengan surat keputusan Menteri
Kehutanan No. 280/Kpts-I/1997 tanggal 23 Mei 1997 dengan luas 41.330 ha yang
terletak empat wilayah kabupaten di Pulau Lombok. (Sukasana,2014:32).
b. Aspek Religius Gunung Rinjani
Gunung
oleh umat Hindu diyakini sebagai istana para dewata. Gunung merupakan sumber
penghidupan bagi semua makhluk tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia. Gunung
sebagai perwujudan Lingga adalah tempat bersemayamnya Dewa Siwa
sedangkan Laut sebagai perwujudan Yoni adalah
tempat bersemayam saktinya Dewa Siwa. Lingga
Yoni adalah simbolis purusa pradana
(laki-laki dan perempuan). Sedangkan Widana (2006:1) menyebutkan gunung dalam
agama Hindu adalah lambang atau simbul Maha Meru, laut dan danau adalah lambang
pengetahuan yang sangat luas. Simbol-simbol tersebut merupakan media bagi umat
Hindu untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, mengadakan dialog dengan
Yang Maha Kuasa dan memohon perlindungan serta wara nugraha-Nya.
Gunung
Rinjani merupakan Gunung tertinggi ketiga di Indonesia (3.726 mdpl), menyimpan berbagai misteri, salah satu
diantaranya yaitu tentang keberadaan Putri Dewi Anjani. Masyarakat sekitar kaki
Gunung Rinjani sangat menghormati Dewi Anjani. Untuk menghormati Dewi Anjani,
masyarakat sekitar sering mengadakan
upacara relegius di Gunung Rinjani dan di Danau Segara Anak. Dewi Anjani
merupakan keturunan Raja Selaparang hasil
dari pernikahan sang Raja dengan Makhluk Halus yang bermukin di Gunung Rinjani,
Ketika sang Raja memohon hujan untuk daerahnya yang dilanda kemarau panjang.
Karena itulah sampai saat ini umat Hindu di Pulau Lombok rutin melakukan upacara
ritual mulang pakelem (Sukasana,
2014:33).
Berdasarkan
beberapa sumber di atas bahwa bagi umat Hindu semua gunung-gunung mempunyai
kekuatan yang sangat religius. Karena umat Hindu menganggap gunung adalah
tempat bersemayamnya para Dewa dan dianggap pula sebagai simbol atau lambang
Lingga atau purusa (laki-laki).
Sedangkan lautan melambangkan Yoni atau predana
(perempuan). Jadi gunung dan laut adalah sumber dari segala kehidupan semua
makhluk hidup yang ada di bumi ini. Demikian pula halnya dengan umat Hindu di
Lombok menganggap gunung dan laut sangat suci, religius dan sumber dari
kehidupan, hal tersebut di buktikan dengan melaksanakan upacara mulang pakelem di setiap tahun sekali di
Danau Segara Anak Gunung Rinjani.
2.
Bentuk
Komunikasi Efektif Panitia Pelaksana Upacara Mulang Pakelem Danau Segara Anak Gunung Rinjani Nusa Tenggara
Barat.
Dalam
penelitian ini bentuk komunikasi efektif
yang dimaksud adalah bentuk dari proses interaksi atau hubungan sosial
yang dilakukan antara panitia dengan anggotanya dan panitia terhadap umat Hindu
yang mengikuti proses upacara mulang
pakelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani. Adapun bentuk-bentuk
Komunikasi efektif yang terjadi yaitu:
a.
Komunikasi
Ritual atau Komunikasi Transenden
Komunikasi
transenden (trancendental communication) adalah komunikasi antara manusia
dengan Tuhan (Effendy, 2003:342). Sedangkan komunikasi ritual biasanya
dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara
berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog
sebagai riset of passage, mulai dari
upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pernikahan, hingga kematian. Dalam
acara-acara tersebut orang mengucapkan kata-kata atau menampilkan
perilaku-perilaku simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa (salat, sembahyang,
misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan
lagu kebangsaan), upacara wisuda, perayaan lebaran, Natal, juga termasuk
komunikasi ritual. (Mulyana, 2016:33).
Pada
pelaksanaan upacara mulang pakelem di
Danau Segara Anak Gunung Rinjani umat Hindu baik panitia maupun umat yang ikut
serta dalam upacara tersebut sudah melakukan komunikasi ritual dengan kekuatan
adikodrati. Umat melaksanakan persembahyangan yang dipimpin oleh pendeta atau pedanda dengan media komuikasi berupa banten untuk memohon keharmonisan. Dalam
proses pelaksanaan upacara mulang pakelem
yang dilaksanakan oleh umat Hindu didalamnya mengandung pesan yang ingin
disampaikan dengan cara menggunakan bentuk pesan komunikasi verbal dan nonverbal.
Bentuk komunikasi verbal dalam hal ini adalah berupa mantra-mantra suci yang
diucapkan oleh pendeta atau pedanda
sedangkan bentuk komunikasi nonverbal yaitu gerakan mudra pedanda serta berupa banten yang dipersembahkan pada saat
upacara.
b.
Komunikasi Kelompok
Rohim (2009:87) menyatakan komunikasi
kelompok adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih
secara tatap muka di mana
anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lain. Soyomukti (2016: 176)
juga menegaskan bahwa komunikasi kelompok pada umumnya disepakati bahwa jika
jumlah pelaku komunikasi lebih dari tiga orang, cendrung disebut komunikasi
kelompok kecil atau lazim disebut komunikasi kelompok saja. Demikian juga
ditegaskan oleh Mulyana (2018:82) bahwa kelompok adalah sekumpulan orang yang
mempunyai tujuan bersama (adanya saling kebergantungan), mengenal satu sama
lainnya, dan memandang mereka dari bagian kelompok tersebut, meskipun setiap
anggota mempunyai peran yang berbeda. Komunikasi kelompok biasanya merujuk pada
komunikasi yang dilakukan kelompok kecil, jadi bersifat tatap muka. Umpan balik
dari seorang peserta dalam komunikasi kelompok masih bisa diidentifikasi dan
ditanggapi langsung oleh peserta lainnya. Komunikasi kelompok dengan sendirinya
melibatkan komunikasi antarpribadi.
Komunikasi
kelompok dalam upacara mulang pakelem terjadi dalam rapat panitia pelaksana. Karena dalam rapat kepanitiaan peserta
rapat lebih dari tiga orang, memiliki tujuan bersama, dan terjadi adaptasi
interaksi yang baik, hal tersebut menandakan terjadinya komunikasi kelompok.
Melalui bentuk komunikasi kelompok yang terjadi dalam rapat panitia pelaksana upacara mulang pakelem tersebut,
didalamnya otomatis terjadi komunikasi antarpribadi. Karena disesuaikan dengan
pengertian komunikasi kelompok yang ditegaskan oleh Mulyana (2016:82) bahwa dalam komunikasi kelompok dengan
sendirinya melibatkan komunikasi antarpribadi. Komunikasi
kelompok yang terjadi dalam rapat tersebut semua peserta bisa mengeluarkan
pendapat atau biasa saling menanggapi.
c.
Komunikasi Massa
Komunikasi
massa pada satu sisi mengandung pengeertian suatu proses di mana organisasi
medis memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi
lain merupakan proses di mana pesan tersebut dicari, digunakan dan dikomsumsi
oleh audience. Pusat dari studi
mengenai komunikasi massa adalah media. Media merupakan organisasi yang
menyebarkan informasi yang berupa produk budaya atau pesan yang mempengaruhi
dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. Oleh karenanya sebagaimana dengan
politik atau ekonomi media merupakan suatu sistem tersendiri yang merupakan
bagian dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas.
Sebagai
sarana komunikasi massa, media massa dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok
yaitu media cetak (surat kabar, majalah, tabloid dan lainnya) dan media
elektronik (televisi, radio, bioskop, internet, dan lainnya). Keberadaan media
tersebut tidak lepas dari kemajuaan teknologi komunikasi itu sendiri. Pada
umumnya perkembangan media elektronik khususnya televisi lebih pesat bila
dibandingkan dengan media cetak, namun pada dasarnya kedua media tersebut
memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga keduanya sangat dibutuhkan
sebagai sarana komunikasi massa yang tepat (Rohim 2009:21).
Komunikasi massa
yakni komunikasi yang terjadi dalam proses mensosialisasikan upacara mulang pekelem kepada masyarakat, dengan
menggunakan media cetak dan media elektronik. Dengan harapan melalaui
komunikasi massa tersebut masyarakat mengetahi informasi tentang upacara mulang pakelem, baik yang berada
di Nusa Tenggara Barat maupun yang berada diluar daerah. Karena upacara ini
juga sering diikuti oleh umat Hindu yang berada diluar daerah seperti Bali.
3.
Faktor Pendukung Dan Penghambat Komunikasi Efektif Panitia
Pelaksana dalam Upacara Mulang Pakelem
di Danau Segara Anak Gunung Rinjani
faktor pendukung dan penghambat
komunikasi efektif yang dimaksud adalah semua kendala-kendala dan semua
pendukung dalam berkomunikasi, yang dilakukan oleh panitia pelaksana dalam
upacara mulang pakelem.
a. Faktor
Pendukung Komunikasi Efektif Panitia Pelaksana dalam Upacara Mulang Pakelem
Soyomukti (2016:87), menekankan bahwa dalam berkomunikasi
lancar atau tidaknya komunikasi ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: 1)
Latar belakang, harus diperhatikan latar belakang dari penyampai pesan dan
penerima pesan. 2) Bahasa, sesuatu yang sangat penting dan harus
dipertimbangkan dalam berkomunikasi adalah bahasa. 3) Sikap, dalam menyampaikan
pesan, sikap akan mempengaruhi jalannya komunikasi. 4) Lingkungan, dalam
berkomunikasi lingkungan sangat mempengaruhi jalannya komunikasi, karena tidak
akan bisa melakukan komunikasi secara efektif di tempat yang ramai.
Faktor pendukung komunikasi efektif panitia pelaksana
dalam upacara mulang pakelem yakni
segala sesuatu yang memudahkan panitia menjalin komunikasi baik dengan panitia
sendiri maupun dengan masyarakat. Adapun faktor tersebut diantaranya media
cetak dan media elektronik media cetak diantaranya surat kabar, sepanduk, dan
baliho. Sedangkan media elektronik yaitu televisi, telepon, facebook, whatsapp dan Handy Talky
(HT). Melalui
media sosial tersebut panitia bisa menjalin komunikasi yang efektif untuk
memudahkan dan memsukseskan upacara mulang pakelem.
b.
Faktor Penghambat Komunikasi Efektif Panitia Pelaksana dalam
Upacara Mulang Pakelem
Cangara
(2012:167) menyatakan gangguan
komunikasi bisa terjadi pada semua elemen atau unsur-unsur yang mendukungnya,
termasuk faktor lingkungan di mana komunikasi itu terjadi. Rintangan komunikasi
yang dimaksudkan iyalah adanya hambatan yang membuat proses komunikasi tidak
dapat berlangsung sebagaimana harapan komunikator dan penerima. Adapun beberapa
hambatan dalam menjalin komunikasi efektif diantaranya. gangguan
teknis, gangguan semantik dan psikologis, rintangan
pisik rintangan Status, rintangan kerangka berpikir, rintangan
budaya
Faktor penghambat komunikasi efektif
panitia pelaksana dalam upacara mulang
pakelem yaitu jaringan atau sinyal yang tidak bangus. Mengingat upacara mulang pakelem dilaksanakan di Danau
Segara Anak Gunung Rinjani, jaringan atau sinyal tidak bagus, tetapi hal ini
dapat diatasi dengan melakukan persiapan yang matang dari awal keberangkatan,
dan dibantu juga dengan menggunakan Handy
Talky (HT).
4.
Manfaat Komunikasi Efektif Panitia Pelaksana Dalam Upacara Mulang Pakelem Danau Segara Anak Gunung
Rinjani.
Manfaat komunikasi efektif yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah kebermanfaatan atau fungsi komunikasi
efektif panitia pelaksana dalam upacara mulang
pakelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani. Adapun manfaat-manfaat
komunikasi efektif tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Manfaat Keagamaan
Melakukan upacara yajña merupakan langkah yang diyakini
sebagai kegiatan beragama Hindu yang sangat penting. Karena yajña adalah salah satu penyangga bumi.
Pemeliharaan di dunia ini dapat berlangsung terus, sepanjang yajña terus menerus dapat dilakukan
oleh umat manusia. Demikian pula yajña adalah
pusat terciptanya alam semesta atau Bhuana Agung. Di samping sebagai pusat
terciptanya alam semesta yajña juga
merupakan sumber berlangsungnya perputaran kehidupan yang disebut Cakra Yajña. Kalau Cakra Yajña ini tidak berputar, maka kehidupan ini akan mengalami
kehancuran. Upakara yajña atau
ritual merupakan wahana untuk menggerakan semua isi alam dan termasuk
manusianya untuk ditingkatkan menuju kepada kehidupan yang semakin meningkat
baik dalam kehidupan fisik material maupun mental spiritual. Karena kehidupan
beryajña dalam aktivitas beragama
Hindu demikian dominannya dikalangan masyarakat Hindu (Suryani, 2011:01).
Manfaat keagamaan yakni tujuan
utama upacara mulang pekelem yaitu
untuk memohon hujan yang bermanfaat untuk kesuburan lahan pertanian dan
kesejahtraan masyarakat. Selain itu untuk meningkatkan sepiritual dan sarada bhakti umat Hindu dan
mengimplementasikan ajaran tri hita
karana. Bagi sarati banten hal ini sangat bermanfaat karena menjadi
kesempatan untuk menghaturkan yajña,
sedangkan untuk Pedanda (Pendeta)
dapat melaksanakan tugas suci yaitu memimpin upacara mulang pakelem. Panitia pelaksana juga bersemangat dan tulus ikhlas ngayah dalam mempersiapkan keperluan
dalam upacara mulang pakelem karena
rasa bhaktinya. Umat Hindu yakin bahwa setiap yajña yang mereka persembahkan akan memperoleh pahala dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
b.
Manfaat Sosial
Bungin
(2014:25) menekankan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, dengan
struktur dan fungsi yang sangat sempurna bila dibandingkan dengan makhluk Tuhan
lainnya. Manusia juga diciptakan sebagai makhluk multidimensional, memiliki
akal pikiran dan kemampuan berinteraksi
secara personal maupun sosial. Karena itu manusia disebut sebagai makhluk yang
unik, yang memiliki kemampuan sosial sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial. Di samping itu, semua manusia dengan akal pikirannya mampu
mengembangkan kemampuan tertingginya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yaitu memiliki
kemampuan spiritual, sehingga manusia di samping sebagai makhluk individual,
makhluk sosial, juga sebagai makhluk spiritual.
Manfaat
sosial dalam penelitian ini yakni
meningkatkan interaksi sosial masyarat, karena dalam upacara mulang pakelem interaksi sosial terjalin
sangat erat antara masyarakat dari berbagai golongan dan meningkatkan rasa
bergotong royong dalam melaksanakan suatu upacara. Bahkan bisa meningkatkan,
menjaga dan menjalin hubungan sosial dengan umat lain karena panitia pelaksana
selalu melibatkan umat Muslim setiap upacara mulang pakelem dalam hal ini sebagai porter.
c.
Manfaat Budaya
Budaya
pada dasarnya merupakan nilai-nilai yang muncul dari proses interaksi
antar-individu. Nilai-nilai ini diakui, baik secara langsung maupun tidak,
seiring dengan waktu yang dilalui dalam interaksi tersebut. Bahkan terkadang
sebuah nilai tersebut berlangsung di dalam bawah sadar individu dan diwariskan
pada generasi berikutnya (Nasrullah, 2014:15).
Manfaat
budaya dalam penelitian ini yakni untuk
mengembangkan dan meneruskan budaya yang diwarisi oleh para leluhur dari zaman
kerajaan. Melaksanakan upacara
keagamaan umat Hindu tidak lepas dari simbol berupa banten yang merupakan salah
satu budaya agama Hindu yang berada di Nusa Tengara Barat. Disamping itu melantunkan
kidung-kidung suci, mementaskan tarian Rejang Dewa, nyolahan atau menarikan canag sari merupakan bentuk pelestarian
seni dan budaya yang harus diperkenalkan kepada generasi muda sebagai penerus
budaya yang adi luhung. Mencintai kebudayaan sendiri bisa mempererat rasa
persatuan dan menjadi dasar ditengah pengaruh budaya luar dan kemajuan
teknologi yang semakin canggih, supaya anak muda sebagai penerus tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif.
d.
Manfaat Perekonomian
Menurut
Daryanto dalam Kamus Bahasa Indonesia Lengkap (1997:182) menyatakan ekonomi
adalah segala hal yang bersangkutan dengan penghasilan, pembagian, dan
pemakaian barang-barang dan kekayaan (keuangan). Sedangkan menurut Hendar dan
Kusnadi (2002: 7), menyatakan bahwa ekonomi secara umum diartikan sebagai usaha
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup. Ilmu komunikasi adalah studi tentang
prilaku masyarakat dalam menggunakan sumber daya yang langka dalam memproduksi
berbagai komoditi, untuk kemudian menyalurkannya kepada berbagai individu dan
kelompok yang ada dalam suatu masyarakat. Radendra (2007:18) juga menegaskan
bahwa komponen pokok kegiatan ekonomi adalah pertanian, peternakan, dan
perdagangan. Itulah sumber utama dari kekayaan atau kemakmuran yakni tanaman,
hewan, emas, hasil hutan.
Manfaat perekonomian dalam penelitian ini yakni untuk
meningkatkan perputaran perekonomian masyarakat. Melaksanakan upacara keagamaan
tidak terlepas dengan adanya dana yang di pakai untuk mempersiapkan sarana
upacara tersebut. Dalam upacara mulang
pakelem yang dilaksanakan di Danau Segara Anak Gunung Rinjani dari pihak
panitia mengabiskan dana sampai ratusan juta untuk mempersiapkan sarana
upacara. Dana yang besar dalam upacara tersebut menyebabkan terjadinya
perputaran perekonomian masyarakat Nusa Tenggara Barat.
SIMPULAN
1.
Bentuk
komunikasi efektif panitia pelaksana dalam upacara mulang pakelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani adalah sebagai
berikut:
a.
Komunikasi
ritual yakni komunikasi antara manusia dengan Tuhan. Dalam upacara mulang pakelem masyarakat melaksanakan
persembahyangan bersama yang dipimpin oleh Pedanda
dengan media komunikasi berupa banten bertujuan untuk memohon kesuburan
dan keharmonisan. Proses pelaksanaan upacara menggunakan komunikasi verbal dan
nonverbal. Bentuk komunikasi verbal yaitu mantra-mantra yang diucapkan oleh Pedanda sedangkan komunikasi nonverbal
yaitu gerakan-gerakan mudra Pedanda.
b.
Komunikasi
kelompok yaitu komunikasi yang dimulai dari rapat pengurus inti Parisada Nusa
Tenggara Barat untuk memilih ketua panitia mulang
pakelem selanjutnya baru mengadakan rapat kepanitiaan dan membahas upacara mulang pakelem yang akan dilaksanakan.
Sedangkan dalam komunikasi kelompok otomatis terjadi komunikasi antarpribadi.
Karena masing-masing peserta rapat memiliki hak suara untuk menyamapaikan dan
memberikan masukan-masukan untuk mendukung dan menyukseskan upacara mulang pakelem.
c.
Komunikasi
massa yakni komunikasi yang terjadi dalam proses mensosialisasikan upacara mulang pekelem kepada masyarakat, dengan
menggunakan media cetak dan media elektronik. Dengan harapan melalaui
komunikasi massa tersebut masyarakat mengetahi informasi tentang upacara mulang pakelem, baik yang berada
di Nusa Tenggara Barat maupun yang berada diluar daerah. Karena upacara ini
juga sering diikuti oleh umat Hindu yang berada diluar daerah seperti Bali.
2.
Faktor-faktor pendukung dan penghambat komunikasi efektif
panitia pelaksana dalam upacara Mulang
Pakelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani sebagai berikut:
a.
Faktor-faktor pendukung komunikasi
efektif panitia pelaksana dalam upacara mulang
pakelem yakni segala sesuatu yang memudahkan panitia menjalin komunikasi
baik dengan panitia sendiri maupun dengan masyarakat. Adapun faktor tersebut
diantaranya media cetak dan media elektronik media cetak diantaranya surat
kabar, sepanduk, dan baliho. Sedangkan media elektronik yaitu televisi,
telepon, facebook, whatsapp dan Handy
Talky (HT). Melalui media sosial tersebut panitia bisa menjalin komunikasi
yang efektif untuk memudahkan dan
memsukseskan upacara mulang
pakelem.
b.
Faktor penghambat komunikasi efektif
panitia pelaksana dalam upacara mulang
pakelem yaitu jaringan atau sinyal yang tidak bangus. Mengingat upacara mulang pakelem dilaksanakan di Danau
Segara Anak Gunung Rinjani, jaringan atau sinyal tidak bagus, tetapi hal ini
dapat diatasi dengan melakukan persiapan yang matang dari awal keberangkatan,
dan dibantu juga dengan menggunakan Handy Talky
(HT).
3.
Manfaat komunikasi efektif panitia pelaksana dalam upacara
mulang pakelem Danau Segara Anak
Gunung Rinjani yaitu diantaranya:
e.
Manfaat keagamaan yakni tujuan utama
upacara mulang pekelem yaitu untuk
memohon hujan yang bermanfaat untuk kesuburan lahan pertanian dan kesejahtraan
masyarakat. Selain itu untuk meningkatkan sepiritual dan sarada bhakti umat Hindu dan mengimplementasikan ajaran tri hita karana. Bagi sarati banten hal
ini sangat bermanfaat karena menjadi kesempatan untuk menghaturkan yajña, sedangkan untuk Pedanda (Pendeta) dapat melaksanakan
tugas suci yaitu memimpin upacara mulang
pakelem. Panitia pelaksana juga
bersemangat dan tulus ikhlas ngayah
dalam mempersiapkan keperluan dalam upacara mulang
pakelem karena rasa bhaktinya. Umat Hindu yakin bahwa setiap yajña yang mereka persembahkan akan
memperoleh pahala dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
f.
Manfaat
sosial yakni meningkatkan interaksi sosial masyarat, karena dalam upacara mulang pakelem interaksi sosial terjalin
sangat erat antara masyarakat dari berbagai golongan dan meningkatkan rasa
bergotong royong dalam melaksanakan suatu upacara. Bahkan bisa meningkatkan,
menjaga dan menjalin hubungan sosial dengan umat lain karena panitia pelaksana
selalu melibatkan umat Muslim setiap upacara mulang pakelem dalam hal ini sebagai porter.
g.
Manfaat
budaya yakni untuk mengembangkan dan meneruskan budaya yang diwarisi oleh para
leluhur dari zaman kerajaan. Melaksanakan
upacara keagamaan umat Hindu tidak lepas dari simbol berupa banten yang
merupakan salah satu budaya agama Hindu yang berada di Nusa Tengara Barat.
Disamping itu melantunkan kidung-kidung suci, mementaskan tarian Rejang Dewa, nyolahan atau menarikan canag sari
merupakan bentuk pelestarian seni dan budaya yang harus diperkenalkan kepada
generasi muda sebagai penerus budaya yang adi luhung. Mencintai kebudayaan
sendiri bisa mempererat rasa persatuan dan menjadi dasar ditengah pengaruh
budaya luar dan kemajuan teknologi yang semakin canggih, supaya anak muda
sebagai penerus tidak terjerumus ke hal-hal
yang negatif.
h.
Manfaat perekonomian yakni untuk
meningkatkan perputaran perekonomian masyarakat. Melaksanakan upacara keagamaan
tidak terlepas dengan adanya dana yang di pakai untuk mempersiapkan sarana
upacara tersebut. Dalam upacara mulang
pakelem yang dilaksanakan di Danau Segara Anak Gunung Rinjani dari pihak
panitia mengabiskan dana sampai ratusan juta untuk mempersiapkan sarana
upacara. Dana yang besar dalam upacara tersebut menyebabkan terjadinya
perputaran perekonomian masyarakat Nusa Tenggara Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Bungin.H.M.
Burham. 2014. Sosiologi Komunikasi Teori,
Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group.
Cangara, H.
Hafied. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Dariyanto S.S.
1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap.
Surabaya: Apolo.
Effendy Onong
Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat
Komunikasi. Bandug: PT. Citra Aditya Bakti.
Mulyana,
Deddy. 2016. Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nasrullah,
Rulli. 2014. Komunikasi Antarbudaya Di
Era Budaya Siber. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Ngurah,
I.G.M. 2011. Aspek Sosial Kehidupan
Beragama di Bali. Denpasar: Sari Kahyangan Indonesia.
Putra. I B.R. dkk. 2013. Swastikarana Pedoman Hindu Dharma Indonesia. Jakarta: Parisada
Hindu Dharma Indonesia.
Radendra I B. 2007. Ekonomi dan Politik dalam Arta Sastra. Denpasar: Widya Dharma.
Rohim. H. S. 2009. Teori Komunikasi, Perspektif, Ragam, dan Aplikasi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Soyomukti, Nurani 2016 Pengantar Ilmu Komunikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Suarjaya, I Wayan. dkk. 2008. Panca Yadnya. Denpasar: Widya Dharma.
Sugiyono.
2014. Metode Penelitia Pendidikan
Pendekatan (Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Sukasana, I Ketut, I Nyoman Wijana, Ni Made Ria
Taurusia A, Ni Komang Wiasti. 2014. Pendidikan Karakter Keagamaan Pada Upacara
Mulang Pakelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani Lombok (Penelitian). Mataram: Sekolah Tinggi Agama Hindu Gde Pudja.
Suryani, I G A P. Jenis dan Hakikat Ritual Bhuta Yadnya Pada Masyarakat Hindu Bali.
Denpasar: Udayana Universitas Press.
Widana, I N M. 2018. Otoritas Manggala Yajña Dalam Pelaksanaan Upacara Keagamaan Kajian
Antropologi Agama Hindu. Denpasar: Jaya Pangus Pres.
Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua
Om Santih Santih Santih Om
Puncak Gunung Rinjani 3726 M dpl,, 14-17 Mei 2015
Belum ada Komentar untuk "EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PANITIA PELAKSANA UPACARA MULANG PAKELEM DI DANAU SEGARA ANAK GUNUNG RINJANI NUSA TENGGARA BARAT"
Posting Komentar