Entri yang Diunggulkan

Makna Suri Asuri Sampad

Makna Suri Asuri Sampad Alit S, 21/12/2019 Pada dasarnya dalam diri manusia ada dua kecendrungan, yaitu berbuat baik atau sifat-sifat...

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PANITIA PELAKSANA UPACARA MULANG PAKELEM DI DANAU SEGARA ANAK GUNUNG RINJANI NUSA TENGGARA BARAT


EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PANITIA PELAKSANA UPACARA MULANG PAKELEM DI DANAUSEGARA ANAK GUNUNG RINJANI
NUSA TENGGARA BARAT

 

,,Om Swastyastu,,


PENDAHULUAN

Kehidupan beragama komunitas Hindu yang tersebar di Indonesia tidak pernah lepas dari kegiatan upacara yajña. Berbagai jenis upacara yajña dilakukan umat Hindu, baik yang dilakukan setiap hari (nitya karma yajña) maupun pada waktu-waktu tertentu (naimitika karma yajña). Upacara yajña merupakan bentuk pelaksanaan ajaran Hindu yang didalamnya mencerminkan kegiatan praktis untuk menunjukkan rasa kasih dan bhakti kepada Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa, kepada alam semesta, kepada orang-orang suci, kepada leluhur atau nenek moyang dan kepada sesama manusia. Pelaksanaan upacara yajña dalam masyarakat yang selalu berubah dan berkembang, cara-cra yang ditempuh untuk menunjukan  rasa kasih dan bhakti tersebut berbeda-beda disesuaikan menurut konsep tri matra yakni desa (tempat), kala (waktu) dan patra (keadaan). Upacara yajña yang dilaksanakan dilandasi hati yang suci serta tulus ikhlas menyesuaikan dengan kemampuan umat Hindu, yang secara kualitas diatur berdasarkan tingkatan nista (kecil), madya (sedang), utama (besar) tanpa mengurangi maknanya.

Sesuai dengan arah, tujuan serta sasaran upacara yajña dalam Agama Hindu ada lima jenis yajña yang sudah umum dilakukan disebut dengan Pañca Yajña yakni dewa yajña merupakan korban suci yang ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena manusia merasa berutang kepada Bliau sebagai pencipta semua makhluk hidup. Rs̩i yajña adalah korban suci kepada orang-orang suci yang berjasa kepada umat Hindu di dalam menuntun umatnya, sehingga bisa eksis menjalankan ajaran agama Hindu sampai saat ini. Pitra yajña yaitu korban suci yang ditujukan kepada roh leluhur. Manusa yajña yaitu korban suci kepada manusia. Bhūta yajña sebagai bagian terakhir merupakan korban suci yang dilakukan manusia kepada para bhuta kala (Ngurah, 2011:10-12).
Pelaksanaan upacara pañca yajña yang diyakini oleh umat Hindu sebagai kegiatan pengamalan ajaran agama dengan konsep ajaran tr̩i rn̩a yaitu tiga hutang yang harus dibayar  dalam kehidupan ini. Adapun pembagiannya adalah dewa rn̩a yaitu hutang urip atau jiwa kepada Tuhan yang telah menciptakan kehidupan serta segala yang menunjang kehidupan di alam semesta ini. Rs̩i rn̩a yaitu hutang kepada Maharsi atas jasa kemurahannya mengajarkan pengetahuan suci yang mengantarkan menuju kesejahtraan, kebahagiaan lahir dan batin. Pitra rn̩a yaitu hutang kepada leluhur atas jasanya melahirkan. Ketiga hutang ini sesungguhnya terkait dengan eksistensi manusia di dunia ini. Itulah alasan utama yang mewajibkan umat Hindu melaksanakan pañca yajña secara berkesinambungan selama hidupnya, tanpa rasa lelah, sesal dan keluh kesah, sehingga kebahagiaan abadi dapat dicapai (Putra, 2013:159).
Upacara agama Hindu merupakan perwujudan ajaran pustaka suci Veda dalam praktek tradisi budaya ditempat ajaran agama Hindu tersebut diimplementasikan. Berkenaan dengan itu pelaksanaan upacara agama Hindu pada satu tempat dengan tempat lainnya belum tentu menunjukkan kesamaan. Kendati terjadi perbedaan-perbedaan dalam pelaksanaan upacara, namun substansinya merupakan mengimplementasikan ajaran pustaka suci Veda. Fenomena tersebut dalam kaitannya dengan disiplin antropologi agama sebagai perwujudan dari cara untuk menghayati ajaran yang diamanatkan dalam pustaka suci Veda dalam tradisi budaya. (Widana, 2018:01).
Pengamalan ajaran agama Hindu melalui upacara pañca yajña harus dilaksanakan secara sempurna untuk tercapainya jagadhita dan moksa. Pelaksanaan upacara yajña yang dilakukan oleh umat Hindu merupakan pengamalan tiga kerangka ajaran yang disebut tri jñana sandhi yakni tattwa (filsafat), susila (etika), dan acara (ritual) yang merupakan satu kesatuan yang harus dilaksanakan secara utuh karena satu dengan yang lainnya berhubungan. Hubungan ketiga unsur kerangka ini ibarat telor yang terdiri dari tiga unsur yaitu kuning telur sebagai tattwa, putih telur sebagai susila, dan kulit telur sebagai acara. apabila salah satu unsur telur ini tidak ada atau rusak, maka telur tidak akan sempurna. Demikian juga dengan tri jñana sandhi ini, seorang yang pandai dalam tattwa tetapi tidak bersusila dan tidak beryajña belum dikatakan sebagai pemeluk Hindu yang baik (Putra, 2013:48-49).
Dalam pelaksanaan upacara yajña tidak dapat dipisahkan dengan peran adat istiadat setempat. Tradisi (local genius) dan adat istiadat merupakan suatu kebiasaan yang dilaksanakan secara turun temurun oleh umat Hindu dimanapun berada yang diyakini memiliki makna dan fungsi yang mendukung pelaksanaan upacara yajña. Tujuan dipertahakan adat istiadat dan tradisi adalah untuk menjaga keharmonisan kehidupan sosial religius masyarakat setempat. Untuk mencapai kebahagiaan, baik kebahagiaan jasmani maupun rohani, alam semesta perlu dilestarikan dan dijaga keharmonisannya yang dalam ajaran agama Hindu disebut dengan tri hita karana yang berarti tiga hal penyebab kebahagiaan yaitu: parhyangan (hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan), pawongan (hubungan yang harmonis antara sesama manusia), palemahan (hubungan yang harmonis dengan alam lingkungan).
Konsep tri hita karana menjadi dasar umat Hindu mencintai lingkungan kapan dan dimanapun berada, baik itu alam manusia (bhuana alit) maupun alam semesta (bhuana agung). Untuk menjaga keharmonisan alam perlu diimplementasikan dengan melaksanakan salah satu bagian pañca yajña yaitu dewa yajña yakni pemujaan serta persembahan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi dan sinar-sinar suci-Nya yang disebut Dewa. Adapun pemujaan kehadapan para Dewa sebagai manifestasi Tuhan karena beliau dianggap mempengaruhi serta mengatur gerak kehidupan di dunia ini. Sebagaimana halnya matahari menerangi serta mempengaruhi kehidupan di dunia dengan sinarnya, demikian pula Ida Sang Hyang Widhi menerangi serta mengatur gerak kehidupan di alam semesta dengan sinar-sinar suci-Nya. Berdasarkan pemaknaan tersebut umat Hindu tidak henti-hentinya melaksanakan upacara yajña. Hal yang sama diungkapkan oleh (Suarjaya 2008:07) bahwa umat Hindu melaksanakan upacara yajña, mengadakan pemujaan serta persembahan kehadapan para Dewa pasti mereka masih menginginkan atau mengharapkan hasil, sedangkan yang sudah melepaskan keinginan duniawi akan memusatkan pemujaannya ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi (Suarjaya dkk, 2008:07).
Demikian pula dari umat Hindu di Nusa Tenggara Barat untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam beserta isinya dengan melaksanakan dewa yajña salah satunya adalah upacara mulang pekelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani. Upacara ini dilaksanakan karena pada masa penguasaan Raja Anak Agung Anglurah Ketut Karangasem sekitar pertengahan abad ke XVII. Kondisi saat itu terjadi kemarau panjang yang menimbulkan kekeringan serta kegagalan panen. Kekeringan yang berkepanjangan menyisakan penderitaan bagi masyarakat ditambah lagi timbulnya wabah penyakit, sehingga banyak masyarakat yang meninggal. Hal tersebut membuat raja menjadi resah dan sedih. Menyikapi kejadian tersebut para rohaniawan mengadakan persembahyangan dan bersamadi memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar diberikan jalan penyelesaiannya. Pelaksanaan persembahyangan dan samadi dilakukan di Pura Gunung Sari pada tilemning sasih kapat yaitu lima belas hari sembelum purnamaning sasih kalima pada tahun 1701 M. Dalam samadi tersebut para rohaniawan mendapatkan sabda atau petunjuk agar melakukan yajña mulang pekelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani yaitu dilakukan pada purnamaning sasih kelima menurut penanggalan Bali, sekitar bulan Oktober-Nopember (Sukasana,2014:04).
Sesuai dengan sabda atau petunjuk yang didapatkan yang merupakan cikal bakal dari upacara mulang pakelem yang dilaksanakan di Danau Segara Anak Gunung Rinjani. Masyarakat Hindu di Nusa Tenggara Barat percaya bahwa dengan melakukan upacara mulang pakelem, persoalan kekeringan dapat diatasi. Setiap tahun upacara mulang pakelem dilaksanakan pada bulan purnama sasih kalima (menurut kalender Hindu Bali). Ritual tersebut ditujukan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, agar masyarakat di pulau Lombok pada umumnya di berikan hujan, sehinga dapat memberikan kesuburan dan kesejahtraan hidup serta keseimbangan alam semesta.
Upacara mulang pakelem merupakan ragam kebudayaan lokal umat Hindu yang berada di Nusa Tenggara Barat, yang hingga kini masih dipertahankan. Masyarakat mempercayai bahwa upacara tersebut dahulunya merupakan suatu ritual mendatangkan hujan. Situasi terkini di zaman serba modern dan teknologi kian maju, tentunya terjadi pergeseran nilai-nilai yang relevan terkait dengan makna ritual tersebut. Sebagian besar masyarakat belum memahami upacara mulang pakelem yang dilaksanakan setiap tahun tersebut, yang diketahui upacara tersebut sudah ada semenjak dahulu yang bertujuan untuk memohon hujan.
Melalui observasi awal peneliti bahwa kenyataan dilapangan umat Hindu di Nusa Tenggara Barat belum sepenuhnya mengetahui tentang makna upacara mulang pakelem. Masyarakat hanya berpatokan pada tradisi lama yaitu bahwa upacara mulang pakelem yang dilaksanakan di Danau Segara Anak Gunung Rinjani hanya ritual memohon hujan saja, padahal sangat banyak makna-makna yang terkandung didalamnnya. Melalui observasi tersebut penelitian ini sangat penting dilakukan untuk mengungkap ritual ini dari kajian komunikasi. Melalui komunikasi yang baik maka proses ritual ini bisa berjalan dengan lancar. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat belum semua memahami tentang upacara mulang pakelem  sehingga perlu disosialisasikan agar kedepannya masyarakat lebih mantap menjalankannya.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengkaji tentang efektivitas komunikasi panitia pelaksana dalam upacara mulang pakelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani dalam bentuk karya ilmiah. Denga

n harapan pengetahuan umat Hindu di Nusa Tenggara Barat lebih meningkat mengenai pelaksanaan upacara mulang pakelem.

 


METODE
                 Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan efektivitas komunikasi dalam upacara mulang pakelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani. Permasalahan yang diangkat yaitu masalah sosial diantaranya bentuk, faktor pendukung dan penghambat, dan manfaat komunikasi efektif dalam upacara mulang pakelem. Data yang dikumpulkan adalah data yang ada pada saat ini selanjutnya dianalisis dengan metode yang digunakan. Temuan yang diperoleh adalah suatu jawaban dari suatu permasalahan yang ditetapkan.           
           Jenis data yang dipergunakan dalam rencana penelitian ini yaitu data kualitatif yang merupakan data diperoleh dari literatur dan hasil wawancara. Data kualitatif adalah data yang tidak berupa angka-angka namun memberikan penjelasan yang mendalam dan relevan dengan alasan dan tujuan dilakukannya penelitian. Sumber data dalam penelitian ini menggunakan dua sumber yaitu data primer dan data skunder.
Dalam pelaksanaan penelitian peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu, observasi partisipatif, wawancara langsung dan bersifat tidak terstruktur, dokumentasi serta triangulasi. Selanjutnya data yang telah dikumpulkan dinalisis dengan proses mengorganisasikan data, menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun pola, memilih mana yang penting dan membuat kesimpulan. Untuk mempermudah proses analisis data digunakan teori adaptasi interaksi, teori semiotika komunikasi, dan teori struktural fungsional. Sedangkan untuk melakukan pengecekan keabsahan data secara kualitatif dilakukan uji kredibilitas (credibility) yakni dengan cara meningkatkan ketekunan, triangulasi, diskusi dan memberchek.

HASIL PEMBAHASAN
1.      Sejarah Dan Aspek Religius Gunung Rinjani
a.      Sejarah Singkat Gunung Rinjani
Sebelum abad ke – 19 tidak ada catatan tentang sejarah letusan atau erupsi dari Gunung Rinjani, dan Gunung Baru Jari. Kegiatan Gunung Rinjani mulai ditulis oleh Zellinger (1846) yang menyatakan bahwa pada waktu itu keadaan Gunung Rinjani  dalam studi fumarola (terjadi embusan gas gunung api yang mengandung gas dan uap air). Menurut Kusumadinata (1979) Gunung Rinjani di masa lampau diperkirakan mencapai ketinggian 5000 m dpl. Oleh sebab letusan besar yang sangat dahsyat dan kuat (parosial eruption) yang terjadi pada lebih dari 14.000 tahun lalu, serta diikuti runtuhnya tubuh Gunung (collape), maka terbentuklah  kaldera berukuran 4.800m x 3.500m berbentuk bulan sabit, di dalamnya terdapat danau yang dikenal dengan Segara Anak dengan kedalaman hingga 230 m. ditengah kaldera Gunung Rinjani saat ini terjadi pembentukan Gunung Api baru yaitu Gunung Baru Jari (ketinggian 2.376 mdpl). Sejarah letusan Gunung Rinjani hingga saat ini yaitu telah terjadi 11 kali letusan di antaranya: pada tahun 1884, 1901, 1906, 1909, 1944, 1966, 1994, 2004, dan yang terakhir yaitu pada bulan April tahun 2009.
Pada awalnya Taman Nasional Gunung Rinjani merupakan kawasan  Suaka Marga Satwa yang ditetapkan Gubernur Hindia Belanda pada tahun 1941 berdasarkan Surat Keputusan  No. 15 Staatblaat Nomor 77 Tanggal 12 Maret 1941, kemudian diumumkan melalui surat pernyataan Menteri Kehutanan No. 448/Menhut-VI/1990, pada acara Puncak Pekan Konservasi Alam Nasional ke-3 di  Mataram, Nusa Tenggara Barat dan ditunjukan  sebagai Taman Nasional Gunung Rinjani dengan surat keputusan  Menteri Kehutanan No. 280/Kpts-I/1997 tanggal 23 Mei 1997 dengan luas 41.330 ha yang terletak empat wilayah kabupaten di Pulau Lombok. (Sukasana,2014:32).

b.   Aspek Religius Gunung Rinjani
Gunung oleh umat Hindu diyakini sebagai istana para dewata. Gunung merupakan sumber penghidupan bagi semua makhluk tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia. Gunung sebagai perwujudan Lingga  adalah tempat bersemayamnya Dewa Siwa sedangkan Laut sebagai perwujudan Yoni adalah tempat bersemayam saktinya Dewa Siwa. Lingga Yoni adalah simbolis purusa pradana (laki-laki dan perempuan). Sedangkan Widana (2006:1) menyebutkan gunung dalam agama Hindu adalah lambang atau simbul Maha Meru, laut dan danau adalah lambang pengetahuan yang sangat luas. Simbol-simbol tersebut merupakan media bagi umat Hindu untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, mengadakan dialog dengan Yang Maha Kuasa dan memohon perlindungan serta wara nugraha-Nya.
Gunung Rinjani merupakan Gunung tertinggi ketiga di Indonesia (3.726 mdpl), menyimpan berbagai misteri, salah satu diantaranya yaitu tentang keberadaan Putri Dewi Anjani. Masyarakat sekitar kaki Gunung Rinjani sangat menghormati Dewi Anjani. Untuk menghormati Dewi Anjani, masyarakat sekitar  sering mengadakan upacara relegius di Gunung Rinjani dan di Danau Segara Anak. Dewi Anjani merupakan keturunan  Raja Selaparang hasil dari pernikahan sang Raja dengan Makhluk Halus yang bermukin di Gunung Rinjani, Ketika sang Raja memohon hujan untuk daerahnya yang dilanda kemarau panjang. Karena itulah sampai saat ini umat Hindu di Pulau Lombok rutin melakukan upacara ritual mulang pakelem (Sukasana, 2014:33).
Berdasarkan beberapa sumber di atas bahwa bagi umat Hindu semua gunung-gunung mempunyai kekuatan yang sangat religius. Karena umat Hindu menganggap gunung adalah tempat bersemayamnya para Dewa dan dianggap pula sebagai simbol atau lambang Lingga atau purusa (laki-laki). Sedangkan lautan melambangkan Yoni atau predana (perempuan). Jadi gunung dan laut adalah sumber dari segala kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi ini. Demikian pula halnya dengan umat Hindu di Lombok menganggap gunung dan laut sangat suci, religius dan sumber dari kehidupan, hal tersebut di buktikan dengan melaksanakan upacara mulang pakelem di setiap tahun sekali di Danau Segara Anak Gunung Rinjani.

2.      Bentuk Komunikasi Efektif Panitia Pelaksana Upacara Mulang Pakelem Danau Segara Anak Gunung Rinjani Nusa Tenggara Barat.
Dalam penelitian ini bentuk komunikasi efektif  yang dimaksud adalah bentuk dari proses interaksi atau hubungan sosial yang dilakukan antara panitia dengan anggotanya dan panitia terhadap umat Hindu yang mengikuti proses upacara mulang pakelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani. Adapun bentuk-bentuk Komunikasi efektif yang terjadi yaitu:

a.    Komunikasi Ritual atau Komunikasi Transenden
Komunikasi transenden (trancendental communication) adalah komunikasi antara manusia dengan Tuhan (Effendy, 2003:342). Sedangkan komunikasi ritual biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebagai riset of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pernikahan, hingga kematian. Dalam acara-acara tersebut orang mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara wisuda, perayaan lebaran, Natal, juga termasuk komunikasi ritual. (Mulyana, 2016:33).
Pada pelaksanaan upacara mulang pakelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani umat Hindu baik panitia maupun umat yang ikut serta dalam upacara tersebut sudah melakukan komunikasi ritual dengan kekuatan adikodrati. Umat melaksanakan persembahyangan yang dipimpin oleh pendeta atau pedanda dengan media komuikasi berupa banten untuk memohon keharmonisan. Dalam proses pelaksanaan upacara mulang pakelem yang dilaksanakan oleh umat Hindu didalamnya mengandung pesan yang ingin disampaikan dengan cara menggunakan bentuk pesan komunikasi verbal dan nonverbal. Bentuk komunikasi verbal dalam hal ini adalah berupa mantra-mantra suci yang diucapkan oleh pendeta atau pedanda sedangkan bentuk komunikasi nonverbal yaitu gerakan mudra pedanda serta berupa banten yang dipersembahkan pada saat upacara.

b.   Komunikasi Kelompok
Rohim (2009:87) menyatakan komunikasi kelompok adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka  di mana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lain. Soyomukti (2016: 176) juga menegaskan bahwa komunikasi kelompok pada umumnya disepakati bahwa jika jumlah pelaku komunikasi lebih dari tiga orang, cendrung disebut komunikasi kelompok kecil atau lazim disebut komunikasi kelompok saja. Demikian juga ditegaskan oleh Mulyana (2018:82) bahwa kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama (adanya saling kebergantungan), mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka dari bagian kelompok tersebut, meskipun setiap anggota mempunyai peran yang berbeda. Komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil, jadi bersifat tatap muka. Umpan balik dari seorang peserta dalam komunikasi kelompok masih bisa diidentifikasi dan ditanggapi langsung oleh peserta lainnya. Komunikasi kelompok dengan sendirinya melibatkan komunikasi antarpribadi.
Komunikasi kelompok dalam upacara mulang pakelem terjadi dalam rapat panitia pelaksana. Karena dalam rapat kepanitiaan peserta rapat lebih dari tiga orang, memiliki tujuan bersama, dan terjadi adaptasi interaksi yang baik, hal tersebut menandakan terjadinya komunikasi kelompok. Melalui bentuk komunikasi kelompok yang terjadi dalam rapat panitia pelaksana upacara mulang pakelem tersebut, didalamnya otomatis terjadi komunikasi antarpribadi. Karena disesuaikan dengan pengertian komunikasi kelompok yang ditegaskan oleh Mulyana (2016:82) bahwa dalam komunikasi kelompok dengan sendirinya melibatkan komunikasi antarpribadi. Komunikasi kelompok yang terjadi dalam rapat tersebut semua peserta bisa mengeluarkan pendapat atau biasa saling menanggapi.
c.    Komunikasi Massa
                  Komunikasi massa pada satu sisi mengandung pengeertian suatu proses di mana organisasi medis memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses di mana pesan tersebut dicari, digunakan dan dikomsumsi oleh audience. Pusat dari studi mengenai komunikasi massa adalah media. Media merupakan organisasi yang menyebarkan informasi yang berupa produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. Oleh karenanya sebagaimana dengan politik atau ekonomi media merupakan suatu sistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas.
Sebagai sarana komunikasi massa, media massa dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu media cetak (surat kabar, majalah, tabloid dan lainnya) dan media elektronik (televisi, radio, bioskop, internet, dan lainnya). Keberadaan media tersebut tidak lepas dari kemajuaan teknologi komunikasi itu sendiri. Pada umumnya perkembangan media elektronik khususnya televisi lebih pesat bila dibandingkan dengan media cetak, namun pada dasarnya kedua media tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga keduanya sangat dibutuhkan sebagai sarana komunikasi massa yang tepat (Rohim 2009:21).
Komunikasi massa yakni komunikasi yang terjadi dalam proses mensosialisasikan upacara mulang pekelem kepada masyarakat, dengan menggunakan media cetak dan media elektronik. Dengan harapan melalaui komunikasi massa tersebut masyarakat mengetahi informasi tentang upacara mulang pakelem, baik yang berada di Nusa Tenggara Barat maupun yang berada diluar daerah. Karena upacara ini juga sering diikuti oleh umat Hindu yang berada diluar daerah seperti Bali.

3.      Faktor Pendukung Dan Penghambat Komunikasi Efektif Panitia Pelaksana dalam Upacara Mulang Pakelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani
faktor pendukung dan penghambat komunikasi efektif yang dimaksud adalah semua kendala-kendala dan semua pendukung dalam berkomunikasi, yang dilakukan oleh panitia pelaksana dalam upacara mulang pakelem.
a.    Faktor Pendukung Komunikasi Efektif Panitia Pelaksana dalam Upacara Mulang Pakelem
Soyomukti (2016:87), menekankan bahwa dalam berkomunikasi lancar atau tidaknya komunikasi ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: 1) Latar belakang, harus diperhatikan latar belakang dari penyampai pesan dan penerima pesan. 2) Bahasa, sesuatu yang sangat penting dan harus dipertimbangkan dalam berkomunikasi adalah bahasa. 3) Sikap, dalam menyampaikan pesan, sikap akan mempengaruhi jalannya komunikasi. 4) Lingkungan, dalam berkomunikasi lingkungan sangat mempengaruhi jalannya komunikasi, karena tidak akan bisa melakukan komunikasi secara efektif di tempat yang ramai.
Faktor pendukung komunikasi efektif panitia pelaksana dalam upacara mulang pakelem yakni segala sesuatu yang memudahkan panitia menjalin komunikasi baik dengan panitia sendiri maupun dengan masyarakat. Adapun faktor tersebut diantaranya media cetak dan media elektronik media cetak diantaranya surat kabar, sepanduk, dan baliho. Sedangkan media elektronik yaitu televisi, telepon, facebook, whatsapp dan Handy Talky (HT). Melalui media sosial tersebut panitia bisa menjalin komunikasi yang efektif untuk memudahkan dan  memsukseskan upacara mulang pakelem.

b.   Faktor Penghambat Komunikasi Efektif Panitia Pelaksana dalam Upacara Mulang Pakelem
Cangara (2012:167) menyatakan gangguan komunikasi bisa terjadi pada semua elemen atau unsur-unsur yang mendukungnya, termasuk faktor lingkungan di mana komunikasi itu terjadi. Rintangan komunikasi yang dimaksudkan iyalah adanya hambatan yang membuat proses komunikasi tidak dapat berlangsung sebagaimana harapan komunikator dan penerima. Adapun beberapa hambatan dalam menjalin komunikasi efektif diantaranya. gangguan teknis, gangguan semantik dan psikologis, rintangan pisik rintangan Status, rintangan kerangka berpikir, rintangan budaya
      Faktor penghambat komunikasi efektif panitia pelaksana dalam upacara mulang pakelem yaitu jaringan atau sinyal yang tidak bangus. Mengingat upacara mulang pakelem dilaksanakan di Danau Segara Anak Gunung Rinjani, jaringan atau sinyal tidak bagus, tetapi hal ini dapat diatasi dengan melakukan persiapan yang matang dari awal keberangkatan, dan dibantu juga dengan menggunakan Handy Talky (HT).

4.      Manfaat Komunikasi Efektif Panitia Pelaksana Dalam Upacara Mulang Pakelem Danau Segara Anak Gunung Rinjani.
Manfaat komunikasi efektif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebermanfaatan atau fungsi komunikasi efektif panitia pelaksana dalam upacara mulang pakelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani. Adapun manfaat-manfaat komunikasi efektif tersebut adalah sebagai berikut.

a.    Manfaat Keagamaan
Melakukan upacara yajña merupakan langkah yang diyakini sebagai kegiatan beragama Hindu yang sangat penting. Karena yajña adalah salah satu penyangga bumi. Pemeliharaan di dunia ini dapat berlangsung terus, sepanjang yajña terus menerus dapat dilakukan oleh umat manusia. Demikian pula yajña adalah pusat terciptanya alam semesta atau Bhuana Agung. Di samping sebagai pusat terciptanya alam semesta yajña juga merupakan sumber berlangsungnya perputaran kehidupan yang disebut Cakra Yajña. Kalau Cakra Yajña ini tidak berputar, maka kehidupan ini akan mengalami kehancuran. Upakara yajña atau ritual merupakan wahana untuk menggerakan semua isi alam dan termasuk manusianya untuk ditingkatkan menuju kepada kehidupan yang semakin meningkat baik dalam kehidupan fisik material maupun mental spiritual. Karena kehidupan beryajña dalam aktivitas beragama Hindu demikian dominannya dikalangan masyarakat Hindu (Suryani, 2011:01).
Manfaat keagamaan yakni tujuan utama upacara mulang pekelem yaitu untuk memohon hujan yang bermanfaat untuk kesuburan lahan pertanian dan kesejahtraan masyarakat. Selain itu untuk meningkatkan sepiritual dan sarada bhakti umat Hindu dan mengimplementasikan ajaran tri hita karana. Bagi sarati banten hal ini sangat bermanfaat karena menjadi kesempatan untuk menghaturkan yajña, sedangkan untuk Pedanda (Pendeta) dapat melaksanakan tugas suci yaitu memimpin upacara mulang pakelem. Panitia pelaksana juga  bersemangat dan tulus ikhlas ngayah dalam mempersiapkan keperluan dalam upacara mulang pakelem karena rasa bhaktinya. Umat Hindu yakin bahwa setiap yajña yang mereka persembahkan akan memperoleh pahala dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

b.   Manfaat Sosial
Bungin (2014:25) menekankan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, dengan struktur dan fungsi yang sangat sempurna bila dibandingkan dengan makhluk Tuhan lainnya. Manusia juga diciptakan sebagai makhluk multidimensional, memiliki akal pikiran  dan kemampuan berinteraksi secara personal maupun sosial. Karena itu manusia disebut sebagai makhluk yang unik, yang memiliki kemampuan sosial sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Di samping itu, semua manusia dengan akal pikirannya mampu mengembangkan kemampuan tertingginya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yaitu memiliki kemampuan spiritual, sehingga manusia di samping sebagai makhluk individual, makhluk sosial, juga sebagai makhluk spiritual.
Manfaat sosial dalam penelitian ini yakni meningkatkan interaksi sosial masyarat, karena dalam upacara mulang pakelem interaksi sosial terjalin sangat erat antara masyarakat dari berbagai golongan dan meningkatkan rasa bergotong royong dalam melaksanakan suatu upacara. Bahkan bisa meningkatkan, menjaga dan menjalin hubungan sosial dengan umat lain karena panitia pelaksana selalu melibatkan umat Muslim setiap upacara mulang pakelem dalam hal ini sebagai porter.


c.    Manfaat Budaya
Budaya pada dasarnya merupakan nilai-nilai yang muncul dari proses interaksi antar-individu. Nilai-nilai ini diakui, baik secara langsung maupun tidak, seiring dengan waktu yang dilalui dalam interaksi tersebut. Bahkan terkadang sebuah nilai tersebut berlangsung di dalam bawah sadar individu dan diwariskan pada generasi berikutnya (Nasrullah, 2014:15).
Manfaat budaya dalam penelitian ini yakni untuk mengembangkan dan meneruskan budaya yang diwarisi oleh para leluhur dari zaman kerajaan. Melaksanakan upacara keagamaan umat Hindu tidak lepas dari simbol berupa banten yang merupakan salah satu budaya agama Hindu yang berada di Nusa Tengara Barat. Disamping itu melantunkan kidung-kidung suci, mementaskan tarian Rejang Dewa, nyolahan atau menarikan canag sari merupakan bentuk pelestarian seni dan budaya yang harus diperkenalkan kepada generasi muda sebagai penerus budaya yang adi luhung. Mencintai kebudayaan sendiri bisa mempererat rasa persatuan dan menjadi dasar ditengah pengaruh budaya luar dan kemajuan teknologi yang semakin canggih, supaya anak muda sebagai penerus  tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif.

d.   Manfaat Perekonomian
Menurut Daryanto dalam Kamus Bahasa Indonesia Lengkap (1997:182) menyatakan ekonomi adalah segala hal yang bersangkutan dengan penghasilan, pembagian, dan pemakaian barang-barang dan kekayaan (keuangan). Sedangkan menurut Hendar dan Kusnadi (2002: 7), menyatakan bahwa ekonomi secara umum diartikan sebagai usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup. Ilmu komunikasi adalah studi tentang prilaku masyarakat dalam menggunakan sumber daya yang langka dalam memproduksi berbagai komoditi, untuk kemudian menyalurkannya kepada berbagai individu dan kelompok yang ada dalam suatu masyarakat. Radendra (2007:18) juga menegaskan bahwa komponen pokok kegiatan ekonomi adalah pertanian, peternakan, dan perdagangan. Itulah sumber utama dari kekayaan atau kemakmuran yakni tanaman, hewan, emas, hasil hutan.
Manfaat perekonomian dalam penelitian ini yakni untuk meningkatkan perputaran perekonomian masyarakat. Melaksanakan upacara keagamaan tidak terlepas dengan adanya dana yang di pakai untuk mempersiapkan sarana upacara tersebut. Dalam upacara mulang pakelem yang dilaksanakan di Danau Segara Anak Gunung Rinjani dari pihak panitia mengabiskan dana sampai ratusan juta untuk mempersiapkan sarana upacara. Dana yang besar dalam upacara tersebut menyebabkan terjadinya perputaran perekonomian masyarakat Nusa Tenggara Barat.


SIMPULAN
1.    Bentuk komunikasi efektif panitia pelaksana dalam upacara mulang pakelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani adalah sebagai berikut:
a.    Komunikasi ritual yakni komunikasi antara manusia dengan Tuhan. Dalam upacara mulang pakelem masyarakat melaksanakan persembahyangan bersama yang dipimpin oleh Pedanda dengan media komunikasi  berupa banten bertujuan untuk memohon kesuburan dan keharmonisan. Proses pelaksanaan upacara menggunakan komunikasi verbal dan nonverbal. Bentuk komunikasi verbal yaitu mantra-mantra yang diucapkan oleh Pedanda sedangkan komunikasi nonverbal yaitu gerakan-gerakan mudra Pedanda.
b.    Komunikasi kelompok yaitu komunikasi yang dimulai dari rapat pengurus inti Parisada Nusa Tenggara Barat untuk memilih ketua panitia mulang pakelem selanjutnya baru mengadakan rapat kepanitiaan dan membahas upacara mulang pakelem yang akan dilaksanakan. Sedangkan dalam komunikasi kelompok otomatis terjadi komunikasi antarpribadi. Karena masing-masing peserta rapat memiliki hak suara untuk menyamapaikan dan memberikan masukan-masukan untuk mendukung dan menyukseskan upacara mulang pakelem.
c.    Komunikasi massa yakni komunikasi yang terjadi dalam proses mensosialisasikan upacara mulang pekelem kepada masyarakat, dengan menggunakan media cetak dan media elektronik. Dengan harapan melalaui komunikasi massa tersebut masyarakat mengetahi informasi tentang upacara mulang pakelem, baik yang berada di Nusa Tenggara Barat maupun yang berada diluar daerah. Karena upacara ini juga sering diikuti oleh umat Hindu yang berada diluar daerah seperti Bali.
2.    Faktor-faktor pendukung dan penghambat komunikasi efektif panitia pelaksana dalam upacara Mulang Pakelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani sebagai berikut:
a.    Faktor-faktor pendukung komunikasi efektif panitia pelaksana dalam upacara mulang pakelem yakni segala sesuatu yang memudahkan panitia menjalin komunikasi baik dengan panitia sendiri maupun dengan masyarakat. Adapun faktor tersebut diantaranya media cetak dan media elektronik media cetak diantaranya surat kabar, sepanduk, dan baliho. Sedangkan media elektronik yaitu televisi, telepon, facebook, whatsapp dan Handy Talky (HT). Melalui media sosial tersebut panitia bisa menjalin komunikasi yang efektif untuk memudahkan dan  memsukseskan upacara mulang pakelem.
b.    Faktor penghambat komunikasi efektif panitia pelaksana dalam upacara mulang pakelem yaitu jaringan atau sinyal yang tidak bangus. Mengingat upacara mulang pakelem dilaksanakan di Danau Segara Anak Gunung Rinjani, jaringan atau sinyal tidak bagus, tetapi hal ini dapat diatasi dengan melakukan persiapan yang matang dari awal keberangkatan, dan dibantu juga dengan menggunakan Handy Talky (HT).
3.    Manfaat komunikasi efektif panitia pelaksana dalam upacara mulang pakelem Danau Segara Anak Gunung Rinjani yaitu diantaranya:
e.    Manfaat keagamaan yakni tujuan utama upacara mulang pekelem yaitu untuk memohon hujan yang bermanfaat untuk kesuburan lahan pertanian dan kesejahtraan masyarakat. Selain itu untuk meningkatkan sepiritual dan sarada bhakti umat Hindu dan mengimplementasikan ajaran tri hita karana. Bagi sarati banten hal ini sangat bermanfaat karena menjadi kesempatan untuk menghaturkan yajña, sedangkan untuk Pedanda (Pendeta) dapat melaksanakan tugas suci yaitu memimpin upacara mulang pakelem. Panitia pelaksana juga  bersemangat dan tulus ikhlas ngayah dalam mempersiapkan keperluan dalam upacara mulang pakelem karena rasa bhaktinya. Umat Hindu yakin bahwa setiap yajña yang mereka persembahkan akan memperoleh pahala dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
f.     Manfaat sosial yakni meningkatkan interaksi sosial masyarat, karena dalam upacara mulang pakelem interaksi sosial terjalin sangat erat antara masyarakat dari berbagai golongan dan meningkatkan rasa bergotong royong dalam melaksanakan suatu upacara. Bahkan bisa meningkatkan, menjaga dan menjalin hubungan sosial dengan umat lain karena panitia pelaksana selalu melibatkan umat Muslim setiap upacara mulang pakelem dalam hal ini sebagai porter.
g.    Manfaat budaya yakni untuk mengembangkan dan meneruskan budaya yang diwarisi oleh para leluhur dari zaman kerajaan. Melaksanakan upacara keagamaan umat Hindu tidak lepas dari simbol berupa banten yang merupakan salah satu budaya agama Hindu yang berada di Nusa Tengara Barat. Disamping itu melantunkan kidung-kidung suci, mementaskan tarian Rejang Dewa, nyolahan atau menarikan canag sari merupakan bentuk pelestarian seni dan budaya yang harus diperkenalkan kepada generasi muda sebagai penerus budaya yang adi luhung. Mencintai kebudayaan sendiri bisa mempererat rasa persatuan dan menjadi dasar ditengah pengaruh budaya luar dan kemajuan teknologi yang semakin canggih, supaya anak muda sebagai penerus  tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif.
h.    Manfaat perekonomian yakni untuk meningkatkan perputaran perekonomian masyarakat. Melaksanakan upacara keagamaan tidak terlepas dengan adanya dana yang di pakai untuk mempersiapkan sarana upacara tersebut. Dalam upacara mulang pakelem yang dilaksanakan di Danau Segara Anak Gunung Rinjani dari pihak panitia mengabiskan dana sampai ratusan juta untuk mempersiapkan sarana upacara. Dana yang besar dalam upacara tersebut menyebabkan terjadinya perputaran perekonomian masyarakat Nusa Tenggara Barat.

DAFTAR PUSTAKA
Bungin.H.M. Burham. 2014. Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Cangara, H. Hafied. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Dariyanto S.S. 1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Apolo.
Effendy Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandug: PT. Citra Aditya Bakti.
Mulyana, Deddy. 2016. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nasrullah, Rulli. 2014. Komunikasi Antarbudaya Di Era Budaya Siber. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Ngurah, I.G.M. 2011. Aspek Sosial Kehidupan Beragama di Bali. Denpasar: Sari Kahyangan Indonesia.
Putra. I B.R. dkk. 2013. Swastikarana Pedoman Hindu Dharma Indonesia. Jakarta: Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Radendra I B. 2007. Ekonomi dan Politik dalam Arta Sastra. Denpasar: Widya Dharma.
Rohim. H. S. 2009. Teori Komunikasi, Perspektif, Ragam, dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Soyomukti, Nurani 2016 Pengantar Ilmu Komunikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Suarjaya, I Wayan. dkk. 2008. Panca Yadnya. Denpasar: Widya Dharma.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitia Pendidikan Pendekatan (Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Sukasana, I Ketut, I Nyoman Wijana, Ni Made Ria Taurusia A, Ni Komang Wiasti. 2014. Pendidikan Karakter Keagamaan Pada Upacara Mulang Pakelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani Lombok (Penelitian). Mataram: Sekolah Tinggi Agama Hindu Gde Pudja.
Suryani, I G A P. Jenis dan Hakikat Ritual Bhuta Yadnya Pada Masyarakat Hindu Bali. Denpasar: Udayana Universitas Press.
Widana, I N M. 2018. Otoritas Manggala Yajña Dalam Pelaksanaan Upacara Keagamaan Kajian Antropologi Agama Hindu. Denpasar: Jaya Pangus Pres.


Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua 
Om Santih Santih Santih Om




UKM MAPALA STAHN Gde Pudja Mataram,,
Puncak Gunung Rinjani 3726 M dpl,, 14-17 Mei 2015



Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PANITIA PELAKSANA UPACARA MULANG PAKELEM DI DANAU SEGARA ANAK GUNUNG RINJANI NUSA TENGGARA BARAT"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel