MATSYA AWATARA
MATSYA
AWATARA
Alit.S
29/12/2019
Matsya Awatara, Sang Ikan, muncul saat Satya Yuga
29/12/2019
Matsya Awatara, Sang Ikan, muncul saat Satya Yuga
Matsya (Dewanagari :मत्स्य: matsya) adalah
awatara Wisnu yang berwujud ikan raksasa. Dalam bahasa Sanskerta, kata matsya sendiri
berarti ikan. Menurut mitologi Hindu, Matsya muncul pada masa Satyayuga, pada
masa pemerintahan Raja Satyabrata (lebih dikenal sebagai Maharaja Waiwaswata
Manu), putra Wiwaswan, dewa matahari. Matsya turun ke dunia untuk memberitahu
Maharaja Manu mengenai bencana air bah yang akan melanda bumi. Ia memerintahkan
Maharaja Manu untuk segera membuat bahtera besar.
Pada zama Satya Yuga, hiduplah
seorang raja bernama Manu. Manu adalah seorang pemuja Dewa Wisnu yang sangat
taat dan memiliki keinginan yang sangat kuat agar bisa melihat Dewa Wisnu
secara langsung dengan mata kepala sendiri. Untuk iti, Raja Manu telah
melakukan pertapaan yang sangat keras selama ribuan tahun demi menarik
perhatian Dewa Wisnu. Saat itu Satya Yuga menjelang berakhir dan banjir maha
besar akan melanda dunia untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan di bumi dan
memulai kehidupan baru untuk zaman berikutnya.
Dewa Brahma selaku Dewa Pencipta
telah selesai melakukan tugasnya yakni menciptakan bentuk-bentuk kehidupan baru
untuk mengisi dunia di zaman selanjutnya. Dewa Brahma begitu lelah setelah seharian
melakukan penciptaan hingga akhirnya tertidur pulas. Ketika Dewa Brahma telah
tertidur, sesosok raksasa bernama Hayagriwa keluar dari hidung-Nya. Raksasa
Hayagriwa segera memanfaatkan kesempatan itu untuk mencari ilmu pengetahuan
Weda dari Dewa Brahma. Hayagriwa kemudian memusatkan pikirannya dan menyerap
ilmu pengetahuan Weda itu. Setelah berhasil mendapatkan Weda, raksasa Hayagriwa
bersembunyi jauh di dasar samudera agar tidak seorang pun dapat menemukannya.
Akan tetapi Dewa Wisnu menyaksikan
semua tindakan Hayagriwa. Ia merasa khawatir, sebab jika ilmu pengetahuan Weda
dicuri oleh raksasa maka Weda tidak akan bisa dibawa ke zaman berikutnya yang
sebentar lagi akan tiba. Sebagai Dewa Pemelihara, sudah menjadi kewajiban bagi
Dewa Wisnu untuk memastikan bahwa Weda tetap bertahan hingga zaman baru tiba.
Di tengah kebingungan untuk mengambil sikap, Dewa Wisnu menemukan Manu yang
sedang melakukan pertapaan. Dewa Wisnu tersenyum menyadari bahwa Ia akan dapat
menyelesaikan lebih dari sekedar menyelamatkan ilmu pengetahuan Weda.
Pagi berikutnya, Manu pergi ke
sungai untuk melakukan pemujaan. Dia meraup air dengan kedua tangannya dan
mempersembahkannya kepada Dewa Wisnu, dewa pujaannya, Manakala ia hendak
menuangkan air itu ke susngai, mendadak didengarnya suara lemah dari tangannya,
''oh raja yang agung, Aku mohon jangan kembalikan Aku lagi ke sungai. Ada
banyak sekali ikan-ikan besar di sini
yang ingin memakan-Ku''.
Raja Manu sangat terkejut melihat ke
arah tangannya. Di telapak tangannya terdapat seekor ikan kecil yang berenag ke
sana-kemari sambil terus memohon agar ia tidak dikembalikan ke suangai. Raja
Manu pun merasa iba. Sebagai seorang raja, melindungi siapa pun yang meminta
bantuan adalah sebuah kewajiban. Raja Manu akhirnya mengangguk dan kemudian
meletakan ikan kecil itu ke dalam kamandalam miliknya. Kamandalam adalah kendi
kecil yang biasa di bawa oleh para resi sebagai wadah penyimpan air. Setelah
itu, Manu pun mulai pertapaannya sampai matahari terbenam.
Pada malam hari sepulangnya dari
melakukan pertapaan, Manu meninggalkan ikan kecil itu tetap di dalam kamandalam
untuk pergi tidur. Keesokan paginya, ia dibangunkan oleh suara panggilan ikan
itu dari dalam kamandalam. Kali ini susra ikan itu bertambah keras, ''oh raja
tolonglah Aku. Kamandalam Anda menekan-Ku. Aku tidak bisa bernafas di dalam
sini''.
Sangat kaget Raja Manu ketika
melihat ikan itu telah berubah membesar di dalam kamandalannya. Ikan itu
mendorong-dorong sisi kamandalam yang sudah tidak muat lagi baginya. Raja Manu
cepat-cepat berlari mengambil wadah yang lebih besar. Ikan itu pun Ia pindahkan
ke wadah yang lebih besar itu.
''Terima
kasih, raja yang baik hati.'' Ikan itu berkata lega.
Raja Manu tersenyum dan hendak
bersiap untuk pergi ke tempat pertapaan. Namun tiba-tiba Raja Manu kembali
dikejutkan oleh suara ikan tadi di belakangnya.
''Raja,
wadah ini terlalu kecil untuk-Ku. Tolong carikan Aku wadah yang lebih besar.''
Ikan itu berkata.
Raja Manu meihat ikan itu telah
berubah semakin membesar hanya dalam hitungan menit. Ikan itu mengap-mengap di
dalam wadah yang kini benar-benar tidak muat untuknya. Raja Manu kembali
mengambikan wadah untuk sang Ikan. Akan tetapi hanya dalam beberapa menit saja
ikan tersebut lagi-lagi membesar sehingga Raja Manu harus berkali-kali
mengambilkan wadah yang ukurannya sesuai dengan ukuran tubuh sang Ikan.
Setelah berulang kali demikian,
akhirnya Raja Manu menyadari bahwa tidak ada lagi wadah yang dapat menampung
ikan ajaib itu di rumahnya. ''Maafkan aku, Ikan. Sekarang tidak ada lagi wadah
yang cukup besar untuk menampung-Mu. Lebih baik Aku menbawa-Mu ke sungai
saja,'' kata Raja Manu sambil serta merta membawa ikan itu ke sungai.
Di sungai, Ikan itu diepaskan .
Namun, dengan cepat ikan itu kembali berubah membesar. Semakin besardan semakin
besar sehingga badannya memenuhi sungai itu. ''Oh, Raja yang baik hati.
Lihatlah, sekarang bahkan sungai ini pun terlalu kecil untuk-Ku.'' Ikan itu
berkata.
Dengan segala upaya Raja Manu
memindahkan Ikan Besar itu dari sungai ke suangai hingga hakirnya Ia memutuskan
untuk melepaskan -Nya ke laut. karena sudah tidak ada lagi sungai yang bisa
menampung-Nya.
Di laut itu, Raja Manu tidak bisa
berkata apa-apa saking kagetnya menyaksikan pertumbhan ikan itu yang sangat
pesat. Hanya dalam sekejap, ikan itu telah mencapai ukuran maksimalnya hingga
menjadi seekor Ikan Raksasa. Ikan Raksasa itu telah memenuhi satu sisi dari
luasnya samudera. Saat itulah muncul sinar dari badan sang Ikan Raksasa dan
dari kepala-Nya, muncul dua tanduk raksasa. Raja Manu bersujud di hadapan sang
Ikan. ''Narayana, Anda adalah Narayana, Tuhanku.''
''Ya, Kau benar,'' Ikan itu
menjawab, ''Engkau telah lama melakukan ritual dan pertapaan demi bisa
melihat-Ku. Dan sekarang inilah Aku. Telah muncul dihadapanmu.''
''Tuhan, Engkau telah mengabulkan
permohonanku. Aku tidak menginginkan apa-apa lagi. Sekarang apa yang Engkau
ingin aku lakukan?''
Dewa Wisnu dalam wujud Ikan Raksasa
itu menjawab, ''Manu, Yuga (zaman) sebentar lagi akan berakhir hingga tuju hari
ke depan. Akan ada banjir maha besar yang melanda dunia dan memusnahkan semua
makhluk hidup di bumi ini. Untuk itu, Aku ingin agar engkau membuat sebuah
kapal besar. Bawalah bibit-bibit dari semua jenis tanaman, masing-masing
sepasang binatang jantan dan betina dari setiap jenisnya, dan ketuju resi
(Sapta Rsi) beserta keluarga mereka. Dan, jangan lupa untuk mengajak pula
Wasuki., Si Ular Dewa.''
Raja Manu mengangguk dan mulai
melakukan apa yang diperintahkan oleh sang Ikan Raksasa. Ikan Raksasa
penjelmaan Dewa Wisnu inilah yang dikenal sebagai Awatara Matsya.''
Sementara itu, Matsya sang ikan
raksasa juga melakukan tugasnya. Ia berenang di dalam samudera dan menemukan
raksasa Hayagriwa yang saat itu sedang menjaga ilmu pengetahuan Weda. Melihat
Ikan Raksas muncul di depannya, Hayagripa gemetar ketakutan. Belum sempat
Hayagripa berpikir untuk melarikan diri, Ikan Raksasa itu telah menyerangnya.
Kekuatan Sang Ikan demikian dahsyat sehingga satu kali pukulan dengan ekor-Nya
saja telah membuat Hayagripa terlempar jauh. Namun Hayagripa tidak tinggal
diam. Ia berusaha melawan sang Ikan Raksasa. Akan tetapi kiranya Hayagripa
bukanlah saingan yang tepat untuk menandingi kekuatan Matsya. Dalam beberapa
saat kemudian, Hayagripa pun meregang nyawa. Segera setelah kematian Hayagripa,
ilmu pengetahuan Weda terlepas dan kembali ke kediaman Dewa Brahma.
Di tepi laut yang lain, Manu sibuk
membuat kapal besar. Setelah kapal selesai dibuat, Manu mengajak ketujuh Resi
dan keluarga mereka, berbagai jenis binatang dan tanaman. Kemudian turunlah
hujan deras yang menyebabkan ketinggian air laut semakin meningkat. Segera
setelah itu, datanglah banjir besar. Banjir itu melanda seluruh dunia. Kapal
Manu terombang-ambing di tengah tingginya gelombang air laut, namun raja Manu
dan yang lainnya dengan sekuat tenaga berusaha mengendalikan kapal itu agar
kapal itu tidak terguling atau tenggelam sambil bertahan pada keyakinan mereka
bahwa Dewa Wisnu akan selalu melindungi mereka.
Kemudian Ikan Raksasa itu muncul
ditengah samudera. Ditengah gemuruh badai dan huja deras, Ikan itu bersuara
lantang, ''Manu, gunakan Ular Naga Wasuki sebagai tali. Ikatkan Wasuki pada
tanduk-Ku ke kapalmu.''
Wasukipun diikankan pada kapal dan
tanduk Ikan Raksasa. Ikan itu menarik kapal Raja Manu menyeberangi samudra yang
tengah dilanda badai dengan Ular Naga Wasuki sebagai talinya. Selama
perjalanan, Sang Ikan Raksasa mengajarkan ilmu pengetahuan Weda kepada Raja
Manu dan yang lainnya. Setelah itu hujan pun mulai reda dan badai pu berlalu.
Badai itu telah menyapu bersih seluruh dunia.
Ikan Raksasa mengantarkan kapal Manu
ke Gunung Himawan. Di gunung itulah Manu dan semua penumpang kapalnya
melanjutkan kehidupan mereka untuk menyongsong zaman yang baru.
''Semoga Berguna Bagi Kita Semua''
Matsya Awatara, Sang Ikan, muncul saat Satya Yuga
Matsya (Dewanagari :मत्स्य: matsya) adalah
awatara Wisnu yang berwujud ikan raksasa. Dalam bahasa Sanskerta, kata matsya sendiri
berarti ikan. Menurut mitologi Hindu, Matsya muncul pada masa Satyayuga, pada
masa pemerintahan Raja Satyabrata (lebih dikenal sebagai Maharaja Waiwaswata
Manu), putra Wiwaswan, dewa matahari. Matsya turun ke dunia untuk memberitahu
Maharaja Manu mengenai bencana air bah yang akan melanda bumi. Ia memerintahkan
Maharaja Manu untuk segera membuat bahtera besar.
Pada zama Satya Yuga, hiduplah
seorang raja bernama Manu. Manu adalah seorang pemuja Dewa Wisnu yang sangat
taat dan memiliki keinginan yang sangat kuat agar bisa melihat Dewa Wisnu
secara langsung dengan mata kepala sendiri. Untuk iti, Raja Manu telah
melakukan pertapaan yang sangat keras selama ribuan tahun demi menarik
perhatian Dewa Wisnu. Saat itu Satya Yuga menjelang berakhir dan banjir maha
besar akan melanda dunia untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan di bumi dan
memulai kehidupan baru untuk zaman berikutnya.
Dewa Brahma selaku Dewa Pencipta
telah selesai melakukan tugasnya yakni menciptakan bentuk-bentuk kehidupan baru
untuk mengisi dunia di zaman selanjutnya. Dewa Brahma begitu lelah setelah seharian
melakukan penciptaan hingga akhirnya tertidur pulas. Ketika Dewa Brahma telah
tertidur, sesosok raksasa bernama Hayagriwa keluar dari hidung-Nya. Raksasa
Hayagriwa segera memanfaatkan kesempatan itu untuk mencari ilmu pengetahuan
Weda dari Dewa Brahma. Hayagriwa kemudian memusatkan pikirannya dan menyerap
ilmu pengetahuan Weda itu. Setelah berhasil mendapatkan Weda, raksasa Hayagriwa
bersembunyi jauh di dasar samudera agar tidak seorang pun dapat menemukannya.
Akan tetapi Dewa Wisnu menyaksikan
semua tindakan Hayagriwa. Ia merasa khawatir, sebab jika ilmu pengetahuan Weda
dicuri oleh raksasa maka Weda tidak akan bisa dibawa ke zaman berikutnya yang
sebentar lagi akan tiba. Sebagai Dewa Pemelihara, sudah menjadi kewajiban bagi
Dewa Wisnu untuk memastikan bahwa Weda tetap bertahan hingga zaman baru tiba.
Di tengah kebingungan untuk mengambil sikap, Dewa Wisnu menemukan Manu yang
sedang melakukan pertapaan. Dewa Wisnu tersenyum menyadari bahwa Ia akan dapat
menyelesaikan lebih dari sekedar menyelamatkan ilmu pengetahuan Weda.
Pagi berikutnya, Manu pergi ke
sungai untuk melakukan pemujaan. Dia meraup air dengan kedua tangannya dan
mempersembahkannya kepada Dewa Wisnu, dewa pujaannya, Manakala ia hendak
menuangkan air itu ke susngai, mendadak didengarnya suara lemah dari tangannya,
''oh raja yang agung, Aku mohon jangan kembalikan Aku lagi ke sungai. Ada
banyak sekali ikan-ikan besar di sini
yang ingin memakan-Ku''.
Raja Manu sangat terkejut melihat ke
arah tangannya. Di telapak tangannya terdapat seekor ikan kecil yang berenag ke
sana-kemari sambil terus memohon agar ia tidak dikembalikan ke suangai. Raja
Manu pun merasa iba. Sebagai seorang raja, melindungi siapa pun yang meminta
bantuan adalah sebuah kewajiban. Raja Manu akhirnya mengangguk dan kemudian
meletakan ikan kecil itu ke dalam kamandalam miliknya. Kamandalam adalah kendi
kecil yang biasa di bawa oleh para resi sebagai wadah penyimpan air. Setelah
itu, Manu pun mulai pertapaannya sampai matahari terbenam.
Pada malam hari sepulangnya dari
melakukan pertapaan, Manu meninggalkan ikan kecil itu tetap di dalam kamandalam
untuk pergi tidur. Keesokan paginya, ia dibangunkan oleh suara panggilan ikan
itu dari dalam kamandalam. Kali ini susra ikan itu bertambah keras, ''oh raja
tolonglah Aku. Kamandalam Anda menekan-Ku. Aku tidak bisa bernafas di dalam
sini''.
Sangat kaget Raja Manu ketika
melihat ikan itu telah berubah membesar di dalam kamandalannya. Ikan itu
mendorong-dorong sisi kamandalam yang sudah tidak muat lagi baginya. Raja Manu
cepat-cepat berlari mengambil wadah yang lebih besar. Ikan itu pun Ia pindahkan
ke wadah yang lebih besar itu.
''Terima
kasih, raja yang baik hati.'' Ikan itu berkata lega.
Raja Manu tersenyum dan hendak
bersiap untuk pergi ke tempat pertapaan. Namun tiba-tiba Raja Manu kembali
dikejutkan oleh suara ikan tadi di belakangnya.
''Raja,
wadah ini terlalu kecil untuk-Ku. Tolong carikan Aku wadah yang lebih besar.''
Ikan itu berkata.
Raja Manu meihat ikan itu telah
berubah semakin membesar hanya dalam hitungan menit. Ikan itu mengap-mengap di
dalam wadah yang kini benar-benar tidak muat untuknya. Raja Manu kembali
mengambikan wadah untuk sang Ikan. Akan tetapi hanya dalam beberapa menit saja
ikan tersebut lagi-lagi membesar sehingga Raja Manu harus berkali-kali
mengambilkan wadah yang ukurannya sesuai dengan ukuran tubuh sang Ikan.
Setelah berulang kali demikian,
akhirnya Raja Manu menyadari bahwa tidak ada lagi wadah yang dapat menampung
ikan ajaib itu di rumahnya. ''Maafkan aku, Ikan. Sekarang tidak ada lagi wadah
yang cukup besar untuk menampung-Mu. Lebih baik Aku menbawa-Mu ke sungai
saja,'' kata Raja Manu sambil serta merta membawa ikan itu ke sungai.
Di sungai, Ikan itu diepaskan .
Namun, dengan cepat ikan itu kembali berubah membesar. Semakin besardan semakin
besar sehingga badannya memenuhi sungai itu. ''Oh, Raja yang baik hati.
Lihatlah, sekarang bahkan sungai ini pun terlalu kecil untuk-Ku.'' Ikan itu
berkata.
Dengan segala upaya Raja Manu
memindahkan Ikan Besar itu dari sungai ke suangai hingga hakirnya Ia memutuskan
untuk melepaskan -Nya ke laut. karena sudah tidak ada lagi sungai yang bisa
menampung-Nya.
Di laut itu, Raja Manu tidak bisa
berkata apa-apa saking kagetnya menyaksikan pertumbhan ikan itu yang sangat
pesat. Hanya dalam sekejap, ikan itu telah mencapai ukuran maksimalnya hingga
menjadi seekor Ikan Raksasa. Ikan Raksasa itu telah memenuhi satu sisi dari
luasnya samudera. Saat itulah muncul sinar dari badan sang Ikan Raksasa dan
dari kepala-Nya, muncul dua tanduk raksasa. Raja Manu bersujud di hadapan sang
Ikan. ''Narayana, Anda adalah Narayana, Tuhanku.''
''Ya, Kau benar,'' Ikan itu
menjawab, ''Engkau telah lama melakukan ritual dan pertapaan demi bisa
melihat-Ku. Dan sekarang inilah Aku. Telah muncul dihadapanmu.''
''Tuhan, Engkau telah mengabulkan
permohonanku. Aku tidak menginginkan apa-apa lagi. Sekarang apa yang Engkau
ingin aku lakukan?''
Dewa Wisnu dalam wujud Ikan Raksasa
itu menjawab, ''Manu, Yuga (zaman) sebentar lagi akan berakhir hingga tuju hari
ke depan. Akan ada banjir maha besar yang melanda dunia dan memusnahkan semua
makhluk hidup di bumi ini. Untuk itu, Aku ingin agar engkau membuat sebuah
kapal besar. Bawalah bibit-bibit dari semua jenis tanaman, masing-masing
sepasang binatang jantan dan betina dari setiap jenisnya, dan ketuju resi
(Sapta Rsi) beserta keluarga mereka. Dan, jangan lupa untuk mengajak pula
Wasuki., Si Ular Dewa.''
Raja Manu mengangguk dan mulai
melakukan apa yang diperintahkan oleh sang Ikan Raksasa. Ikan Raksasa
penjelmaan Dewa Wisnu inilah yang dikenal sebagai Awatara Matsya.''
Sementara itu, Matsya sang ikan
raksasa juga melakukan tugasnya. Ia berenang di dalam samudera dan menemukan
raksasa Hayagriwa yang saat itu sedang menjaga ilmu pengetahuan Weda. Melihat
Ikan Raksas muncul di depannya, Hayagripa gemetar ketakutan. Belum sempat
Hayagripa berpikir untuk melarikan diri, Ikan Raksasa itu telah menyerangnya.
Kekuatan Sang Ikan demikian dahsyat sehingga satu kali pukulan dengan ekor-Nya
saja telah membuat Hayagripa terlempar jauh. Namun Hayagripa tidak tinggal
diam. Ia berusaha melawan sang Ikan Raksasa. Akan tetapi kiranya Hayagripa
bukanlah saingan yang tepat untuk menandingi kekuatan Matsya. Dalam beberapa
saat kemudian, Hayagripa pun meregang nyawa. Segera setelah kematian Hayagripa,
ilmu pengetahuan Weda terlepas dan kembali ke kediaman Dewa Brahma.
Di tepi laut yang lain, Manu sibuk
membuat kapal besar. Setelah kapal selesai dibuat, Manu mengajak ketujuh Resi
dan keluarga mereka, berbagai jenis binatang dan tanaman. Kemudian turunlah
hujan deras yang menyebabkan ketinggian air laut semakin meningkat. Segera
setelah itu, datanglah banjir besar. Banjir itu melanda seluruh dunia. Kapal
Manu terombang-ambing di tengah tingginya gelombang air laut, namun raja Manu
dan yang lainnya dengan sekuat tenaga berusaha mengendalikan kapal itu agar
kapal itu tidak terguling atau tenggelam sambil bertahan pada keyakinan mereka
bahwa Dewa Wisnu akan selalu melindungi mereka.
Kemudian Ikan Raksasa itu muncul
ditengah samudera. Ditengah gemuruh badai dan huja deras, Ikan itu bersuara
lantang, ''Manu, gunakan Ular Naga Wasuki sebagai tali. Ikatkan Wasuki pada
tanduk-Ku ke kapalmu.''
Wasukipun diikankan pada kapal dan
tanduk Ikan Raksasa. Ikan itu menarik kapal Raja Manu menyeberangi samudra yang
tengah dilanda badai dengan Ular Naga Wasuki sebagai talinya. Selama
perjalanan, Sang Ikan Raksasa mengajarkan ilmu pengetahuan Weda kepada Raja
Manu dan yang lainnya. Setelah itu hujan pun mulai reda dan badai pu berlalu.
Badai itu telah menyapu bersih seluruh dunia.
Ikan Raksasa mengantarkan kapal Manu
ke Gunung Himawan. Di gunung itulah Manu dan semua penumpang kapalnya
melanjutkan kehidupan mereka untuk menyongsong zaman yang baru.
Matsya Awatara, Sang Ikan, muncul saat Satya Yuga
Matsya (Dewanagari :मत्स्य: matsya) adalah
awatara Wisnu yang berwujud ikan raksasa. Dalam bahasa Sanskerta, kata matsya sendiri
berarti ikan. Menurut mitologi Hindu, Matsya muncul pada masa Satyayuga, pada
masa pemerintahan Raja Satyabrata (lebih dikenal sebagai Maharaja Waiwaswata
Manu), putra Wiwaswan, dewa matahari. Matsya turun ke dunia untuk memberitahu
Maharaja Manu mengenai bencana air bah yang akan melanda bumi. Ia memerintahkan
Maharaja Manu untuk segera membuat bahtera besar.
Pada zama Satya Yuga, hiduplah
seorang raja bernama Manu. Manu adalah seorang pemuja Dewa Wisnu yang sangat
taat dan memiliki keinginan yang sangat kuat agar bisa melihat Dewa Wisnu
secara langsung dengan mata kepala sendiri. Untuk iti, Raja Manu telah
melakukan pertapaan yang sangat keras selama ribuan tahun demi menarik
perhatian Dewa Wisnu. Saat itu Satya Yuga menjelang berakhir dan banjir maha
besar akan melanda dunia untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan di bumi dan
memulai kehidupan baru untuk zaman berikutnya.
Dewa Brahma selaku Dewa Pencipta
telah selesai melakukan tugasnya yakni menciptakan bentuk-bentuk kehidupan baru
untuk mengisi dunia di zaman selanjutnya. Dewa Brahma begitu lelah setelah seharian
melakukan penciptaan hingga akhirnya tertidur pulas. Ketika Dewa Brahma telah
tertidur, sesosok raksasa bernama Hayagriwa keluar dari hidung-Nya. Raksasa
Hayagriwa segera memanfaatkan kesempatan itu untuk mencari ilmu pengetahuan
Weda dari Dewa Brahma. Hayagriwa kemudian memusatkan pikirannya dan menyerap
ilmu pengetahuan Weda itu. Setelah berhasil mendapatkan Weda, raksasa Hayagriwa
bersembunyi jauh di dasar samudera agar tidak seorang pun dapat menemukannya.
Akan tetapi Dewa Wisnu menyaksikan
semua tindakan Hayagriwa. Ia merasa khawatir, sebab jika ilmu pengetahuan Weda
dicuri oleh raksasa maka Weda tidak akan bisa dibawa ke zaman berikutnya yang
sebentar lagi akan tiba. Sebagai Dewa Pemelihara, sudah menjadi kewajiban bagi
Dewa Wisnu untuk memastikan bahwa Weda tetap bertahan hingga zaman baru tiba.
Di tengah kebingungan untuk mengambil sikap, Dewa Wisnu menemukan Manu yang
sedang melakukan pertapaan. Dewa Wisnu tersenyum menyadari bahwa Ia akan dapat
menyelesaikan lebih dari sekedar menyelamatkan ilmu pengetahuan Weda.
Pagi berikutnya, Manu pergi ke
sungai untuk melakukan pemujaan. Dia meraup air dengan kedua tangannya dan
mempersembahkannya kepada Dewa Wisnu, dewa pujaannya, Manakala ia hendak
menuangkan air itu ke susngai, mendadak didengarnya suara lemah dari tangannya,
''oh raja yang agung, Aku mohon jangan kembalikan Aku lagi ke sungai. Ada
banyak sekali ikan-ikan besar di sini
yang ingin memakan-Ku''.
Raja Manu sangat terkejut melihat ke
arah tangannya. Di telapak tangannya terdapat seekor ikan kecil yang berenag ke
sana-kemari sambil terus memohon agar ia tidak dikembalikan ke suangai. Raja
Manu pun merasa iba. Sebagai seorang raja, melindungi siapa pun yang meminta
bantuan adalah sebuah kewajiban. Raja Manu akhirnya mengangguk dan kemudian
meletakan ikan kecil itu ke dalam kamandalam miliknya. Kamandalam adalah kendi
kecil yang biasa di bawa oleh para resi sebagai wadah penyimpan air. Setelah
itu, Manu pun mulai pertapaannya sampai matahari terbenam.
Pada malam hari sepulangnya dari
melakukan pertapaan, Manu meninggalkan ikan kecil itu tetap di dalam kamandalam
untuk pergi tidur. Keesokan paginya, ia dibangunkan oleh suara panggilan ikan
itu dari dalam kamandalam. Kali ini susra ikan itu bertambah keras, ''oh raja
tolonglah Aku. Kamandalam Anda menekan-Ku. Aku tidak bisa bernafas di dalam
sini''.
Sangat kaget Raja Manu ketika
melihat ikan itu telah berubah membesar di dalam kamandalannya. Ikan itu
mendorong-dorong sisi kamandalam yang sudah tidak muat lagi baginya. Raja Manu
cepat-cepat berlari mengambil wadah yang lebih besar. Ikan itu pun Ia pindahkan
ke wadah yang lebih besar itu.
''Terima
kasih, raja yang baik hati.'' Ikan itu berkata lega.
Raja Manu tersenyum dan hendak
bersiap untuk pergi ke tempat pertapaan. Namun tiba-tiba Raja Manu kembali
dikejutkan oleh suara ikan tadi di belakangnya.
''Raja,
wadah ini terlalu kecil untuk-Ku. Tolong carikan Aku wadah yang lebih besar.''
Ikan itu berkata.
Raja Manu meihat ikan itu telah
berubah semakin membesar hanya dalam hitungan menit. Ikan itu mengap-mengap di
dalam wadah yang kini benar-benar tidak muat untuknya. Raja Manu kembali
mengambikan wadah untuk sang Ikan. Akan tetapi hanya dalam beberapa menit saja
ikan tersebut lagi-lagi membesar sehingga Raja Manu harus berkali-kali
mengambilkan wadah yang ukurannya sesuai dengan ukuran tubuh sang Ikan.
Setelah berulang kali demikian,
akhirnya Raja Manu menyadari bahwa tidak ada lagi wadah yang dapat menampung
ikan ajaib itu di rumahnya. ''Maafkan aku, Ikan. Sekarang tidak ada lagi wadah
yang cukup besar untuk menampung-Mu. Lebih baik Aku menbawa-Mu ke sungai
saja,'' kata Raja Manu sambil serta merta membawa ikan itu ke sungai.
Di sungai, Ikan itu diepaskan .
Namun, dengan cepat ikan itu kembali berubah membesar. Semakin besardan semakin
besar sehingga badannya memenuhi sungai itu. ''Oh, Raja yang baik hati.
Lihatlah, sekarang bahkan sungai ini pun terlalu kecil untuk-Ku.'' Ikan itu
berkata.
Dengan segala upaya Raja Manu
memindahkan Ikan Besar itu dari sungai ke suangai hingga hakirnya Ia memutuskan
untuk melepaskan -Nya ke laut. karena sudah tidak ada lagi sungai yang bisa
menampung-Nya.
Di laut itu, Raja Manu tidak bisa
berkata apa-apa saking kagetnya menyaksikan pertumbhan ikan itu yang sangat
pesat. Hanya dalam sekejap, ikan itu telah mencapai ukuran maksimalnya hingga
menjadi seekor Ikan Raksasa. Ikan Raksasa itu telah memenuhi satu sisi dari
luasnya samudera. Saat itulah muncul sinar dari badan sang Ikan Raksasa dan
dari kepala-Nya, muncul dua tanduk raksasa. Raja Manu bersujud di hadapan sang
Ikan. ''Narayana, Anda adalah Narayana, Tuhanku.''
''Ya, Kau benar,'' Ikan itu
menjawab, ''Engkau telah lama melakukan ritual dan pertapaan demi bisa
melihat-Ku. Dan sekarang inilah Aku. Telah muncul dihadapanmu.''
''Tuhan, Engkau telah mengabulkan
permohonanku. Aku tidak menginginkan apa-apa lagi. Sekarang apa yang Engkau
ingin aku lakukan?''
Dewa Wisnu dalam wujud Ikan Raksasa
itu menjawab, ''Manu, Yuga (zaman) sebentar lagi akan berakhir hingga tuju hari
ke depan. Akan ada banjir maha besar yang melanda dunia dan memusnahkan semua
makhluk hidup di bumi ini. Untuk itu, Aku ingin agar engkau membuat sebuah
kapal besar. Bawalah bibit-bibit dari semua jenis tanaman, masing-masing
sepasang binatang jantan dan betina dari setiap jenisnya, dan ketuju resi
(Sapta Rsi) beserta keluarga mereka. Dan, jangan lupa untuk mengajak pula
Wasuki., Si Ular Dewa.''
Raja Manu mengangguk dan mulai
melakukan apa yang diperintahkan oleh sang Ikan Raksasa. Ikan Raksasa
penjelmaan Dewa Wisnu inilah yang dikenal sebagai Awatara Matsya.''
Sementara itu, Matsya sang ikan
raksasa juga melakukan tugasnya. Ia berenang di dalam samudera dan menemukan
raksasa Hayagriwa yang saat itu sedang menjaga ilmu pengetahuan Weda. Melihat
Ikan Raksas muncul di depannya, Hayagripa gemetar ketakutan. Belum sempat
Hayagripa berpikir untuk melarikan diri, Ikan Raksasa itu telah menyerangnya.
Kekuatan Sang Ikan demikian dahsyat sehingga satu kali pukulan dengan ekor-Nya
saja telah membuat Hayagripa terlempar jauh. Namun Hayagripa tidak tinggal
diam. Ia berusaha melawan sang Ikan Raksasa. Akan tetapi kiranya Hayagripa
bukanlah saingan yang tepat untuk menandingi kekuatan Matsya. Dalam beberapa
saat kemudian, Hayagripa pun meregang nyawa. Segera setelah kematian Hayagripa,
ilmu pengetahuan Weda terlepas dan kembali ke kediaman Dewa Brahma.
Di tepi laut yang lain, Manu sibuk
membuat kapal besar. Setelah kapal selesai dibuat, Manu mengajak ketujuh Resi
dan keluarga mereka, berbagai jenis binatang dan tanaman. Kemudian turunlah
hujan deras yang menyebabkan ketinggian air laut semakin meningkat. Segera
setelah itu, datanglah banjir besar. Banjir itu melanda seluruh dunia. Kapal
Manu terombang-ambing di tengah tingginya gelombang air laut, namun raja Manu
dan yang lainnya dengan sekuat tenaga berusaha mengendalikan kapal itu agar
kapal itu tidak terguling atau tenggelam sambil bertahan pada keyakinan mereka
bahwa Dewa Wisnu akan selalu melindungi mereka.
Kemudian Ikan Raksasa itu muncul
ditengah samudera. Ditengah gemuruh badai dan huja deras, Ikan itu bersuara
lantang, ''Manu, gunakan Ular Naga Wasuki sebagai tali. Ikatkan Wasuki pada
tanduk-Ku ke kapalmu.''
Wasukipun diikankan pada kapal dan
tanduk Ikan Raksasa. Ikan itu menarik kapal Raja Manu menyeberangi samudra yang
tengah dilanda badai dengan Ular Naga Wasuki sebagai talinya. Selama
perjalanan, Sang Ikan Raksasa mengajarkan ilmu pengetahuan Weda kepada Raja
Manu dan yang lainnya. Setelah itu hujan pun mulai reda dan badai pu berlalu.
Badai itu telah menyapu bersih seluruh dunia.
Ikan Raksasa mengantarkan kapal Manu
ke Gunung Himawan. Di gunung itulah Manu dan semua penumpang kapalnya
melanjutkan kehidupan mereka untuk menyongsong zaman yang baru.
Matsya Awatara, Sang Ikan, muncul saat Satya Yuga
Matsya (Dewanagari :मत्स्य: matsya) adalah
awatara Wisnu yang berwujud ikan raksasa. Dalam bahasa Sanskerta, kata matsya sendiri
berarti ikan. Menurut mitologi Hindu, Matsya muncul pada masa Satyayuga, pada
masa pemerintahan Raja Satyabrata (lebih dikenal sebagai Maharaja Waiwaswata
Manu), putra Wiwaswan, dewa matahari. Matsya turun ke dunia untuk memberitahu
Maharaja Manu mengenai bencana air bah yang akan melanda bumi. Ia memerintahkan
Maharaja Manu untuk segera membuat bahtera besar.
Pada zama Satya Yuga, hiduplah
seorang raja bernama Manu. Manu adalah seorang pemuja Dewa Wisnu yang sangat
taat dan memiliki keinginan yang sangat kuat agar bisa melihat Dewa Wisnu
secara langsung dengan mata kepala sendiri. Untuk iti, Raja Manu telah
melakukan pertapaan yang sangat keras selama ribuan tahun demi menarik
perhatian Dewa Wisnu. Saat itu Satya Yuga menjelang berakhir dan banjir maha
besar akan melanda dunia untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan di bumi dan
memulai kehidupan baru untuk zaman berikutnya.
Dewa Brahma selaku Dewa Pencipta
telah selesai melakukan tugasnya yakni menciptakan bentuk-bentuk kehidupan baru
untuk mengisi dunia di zaman selanjutnya. Dewa Brahma begitu lelah setelah seharian
melakukan penciptaan hingga akhirnya tertidur pulas. Ketika Dewa Brahma telah
tertidur, sesosok raksasa bernama Hayagriwa keluar dari hidung-Nya. Raksasa
Hayagriwa segera memanfaatkan kesempatan itu untuk mencari ilmu pengetahuan
Weda dari Dewa Brahma. Hayagriwa kemudian memusatkan pikirannya dan menyerap
ilmu pengetahuan Weda itu. Setelah berhasil mendapatkan Weda, raksasa Hayagriwa
bersembunyi jauh di dasar samudera agar tidak seorang pun dapat menemukannya.
Akan tetapi Dewa Wisnu menyaksikan
semua tindakan Hayagriwa. Ia merasa khawatir, sebab jika ilmu pengetahuan Weda
dicuri oleh raksasa maka Weda tidak akan bisa dibawa ke zaman berikutnya yang
sebentar lagi akan tiba. Sebagai Dewa Pemelihara, sudah menjadi kewajiban bagi
Dewa Wisnu untuk memastikan bahwa Weda tetap bertahan hingga zaman baru tiba.
Di tengah kebingungan untuk mengambil sikap, Dewa Wisnu menemukan Manu yang
sedang melakukan pertapaan. Dewa Wisnu tersenyum menyadari bahwa Ia akan dapat
menyelesaikan lebih dari sekedar menyelamatkan ilmu pengetahuan Weda.
Pagi berikutnya, Manu pergi ke
sungai untuk melakukan pemujaan. Dia meraup air dengan kedua tangannya dan
mempersembahkannya kepada Dewa Wisnu, dewa pujaannya, Manakala ia hendak
menuangkan air itu ke susngai, mendadak didengarnya suara lemah dari tangannya,
''oh raja yang agung, Aku mohon jangan kembalikan Aku lagi ke sungai. Ada
banyak sekali ikan-ikan besar di sini
yang ingin memakan-Ku''.
Raja Manu sangat terkejut melihat ke
arah tangannya. Di telapak tangannya terdapat seekor ikan kecil yang berenag ke
sana-kemari sambil terus memohon agar ia tidak dikembalikan ke suangai. Raja
Manu pun merasa iba. Sebagai seorang raja, melindungi siapa pun yang meminta
bantuan adalah sebuah kewajiban. Raja Manu akhirnya mengangguk dan kemudian
meletakan ikan kecil itu ke dalam kamandalam miliknya. Kamandalam adalah kendi
kecil yang biasa di bawa oleh para resi sebagai wadah penyimpan air. Setelah
itu, Manu pun mulai pertapaannya sampai matahari terbenam.
Pada malam hari sepulangnya dari
melakukan pertapaan, Manu meninggalkan ikan kecil itu tetap di dalam kamandalam
untuk pergi tidur. Keesokan paginya, ia dibangunkan oleh suara panggilan ikan
itu dari dalam kamandalam. Kali ini susra ikan itu bertambah keras, ''oh raja
tolonglah Aku. Kamandalam Anda menekan-Ku. Aku tidak bisa bernafas di dalam
sini''.
Sangat kaget Raja Manu ketika
melihat ikan itu telah berubah membesar di dalam kamandalannya. Ikan itu
mendorong-dorong sisi kamandalam yang sudah tidak muat lagi baginya. Raja Manu
cepat-cepat berlari mengambil wadah yang lebih besar. Ikan itu pun Ia pindahkan
ke wadah yang lebih besar itu.
''Terima
kasih, raja yang baik hati.'' Ikan itu berkata lega.
Raja Manu tersenyum dan hendak
bersiap untuk pergi ke tempat pertapaan. Namun tiba-tiba Raja Manu kembali
dikejutkan oleh suara ikan tadi di belakangnya.
''Raja,
wadah ini terlalu kecil untuk-Ku. Tolong carikan Aku wadah yang lebih besar.''
Ikan itu berkata.
Raja Manu meihat ikan itu telah
berubah semakin membesar hanya dalam hitungan menit. Ikan itu mengap-mengap di
dalam wadah yang kini benar-benar tidak muat untuknya. Raja Manu kembali
mengambikan wadah untuk sang Ikan. Akan tetapi hanya dalam beberapa menit saja
ikan tersebut lagi-lagi membesar sehingga Raja Manu harus berkali-kali
mengambilkan wadah yang ukurannya sesuai dengan ukuran tubuh sang Ikan.
Setelah berulang kali demikian,
akhirnya Raja Manu menyadari bahwa tidak ada lagi wadah yang dapat menampung
ikan ajaib itu di rumahnya. ''Maafkan aku, Ikan. Sekarang tidak ada lagi wadah
yang cukup besar untuk menampung-Mu. Lebih baik Aku menbawa-Mu ke sungai
saja,'' kata Raja Manu sambil serta merta membawa ikan itu ke sungai.
Di sungai, Ikan itu diepaskan .
Namun, dengan cepat ikan itu kembali berubah membesar. Semakin besardan semakin
besar sehingga badannya memenuhi sungai itu. ''Oh, Raja yang baik hati.
Lihatlah, sekarang bahkan sungai ini pun terlalu kecil untuk-Ku.'' Ikan itu
berkata.
Dengan segala upaya Raja Manu
memindahkan Ikan Besar itu dari sungai ke suangai hingga hakirnya Ia memutuskan
untuk melepaskan -Nya ke laut. karena sudah tidak ada lagi sungai yang bisa
menampung-Nya.
Di laut itu, Raja Manu tidak bisa
berkata apa-apa saking kagetnya menyaksikan pertumbhan ikan itu yang sangat
pesat. Hanya dalam sekejap, ikan itu telah mencapai ukuran maksimalnya hingga
menjadi seekor Ikan Raksasa. Ikan Raksasa itu telah memenuhi satu sisi dari
luasnya samudera. Saat itulah muncul sinar dari badan sang Ikan Raksasa dan
dari kepala-Nya, muncul dua tanduk raksasa. Raja Manu bersujud di hadapan sang
Ikan. ''Narayana, Anda adalah Narayana, Tuhanku.''
''Ya, Kau benar,'' Ikan itu
menjawab, ''Engkau telah lama melakukan ritual dan pertapaan demi bisa
melihat-Ku. Dan sekarang inilah Aku. Telah muncul dihadapanmu.''
''Tuhan, Engkau telah mengabulkan
permohonanku. Aku tidak menginginkan apa-apa lagi. Sekarang apa yang Engkau
ingin aku lakukan?''
Dewa Wisnu dalam wujud Ikan Raksasa
itu menjawab, ''Manu, Yuga (zaman) sebentar lagi akan berakhir hingga tuju hari
ke depan. Akan ada banjir maha besar yang melanda dunia dan memusnahkan semua
makhluk hidup di bumi ini. Untuk itu, Aku ingin agar engkau membuat sebuah
kapal besar. Bawalah bibit-bibit dari semua jenis tanaman, masing-masing
sepasang binatang jantan dan betina dari setiap jenisnya, dan ketuju resi
(Sapta Rsi) beserta keluarga mereka. Dan, jangan lupa untuk mengajak pula
Wasuki., Si Ular Dewa.''
Raja Manu mengangguk dan mulai
melakukan apa yang diperintahkan oleh sang Ikan Raksasa. Ikan Raksasa
penjelmaan Dewa Wisnu inilah yang dikenal sebagai Awatara Matsya.''
Sementara itu, Matsya sang ikan
raksasa juga melakukan tugasnya. Ia berenang di dalam samudera dan menemukan
raksasa Hayagriwa yang saat itu sedang menjaga ilmu pengetahuan Weda. Melihat
Ikan Raksas muncul di depannya, Hayagripa gemetar ketakutan. Belum sempat
Hayagripa berpikir untuk melarikan diri, Ikan Raksasa itu telah menyerangnya.
Kekuatan Sang Ikan demikian dahsyat sehingga satu kali pukulan dengan ekor-Nya
saja telah membuat Hayagripa terlempar jauh. Namun Hayagripa tidak tinggal
diam. Ia berusaha melawan sang Ikan Raksasa. Akan tetapi kiranya Hayagripa
bukanlah saingan yang tepat untuk menandingi kekuatan Matsya. Dalam beberapa
saat kemudian, Hayagripa pun meregang nyawa. Segera setelah kematian Hayagripa,
ilmu pengetahuan Weda terlepas dan kembali ke kediaman Dewa Brahma.
Di tepi laut yang lain, Manu sibuk
membuat kapal besar. Setelah kapal selesai dibuat, Manu mengajak ketujuh Resi
dan keluarga mereka, berbagai jenis binatang dan tanaman. Kemudian turunlah
hujan deras yang menyebabkan ketinggian air laut semakin meningkat. Segera
setelah itu, datanglah banjir besar. Banjir itu melanda seluruh dunia. Kapal
Manu terombang-ambing di tengah tingginya gelombang air laut, namun raja Manu
dan yang lainnya dengan sekuat tenaga berusaha mengendalikan kapal itu agar
kapal itu tidak terguling atau tenggelam sambil bertahan pada keyakinan mereka
bahwa Dewa Wisnu akan selalu melindungi mereka.
Kemudian Ikan Raksasa itu muncul
ditengah samudera. Ditengah gemuruh badai dan huja deras, Ikan itu bersuara
lantang, ''Manu, gunakan Ular Naga Wasuki sebagai tali. Ikatkan Wasuki pada
tanduk-Ku ke kapalmu.''
Wasukipun diikankan pada kapal dan
tanduk Ikan Raksasa. Ikan itu menarik kapal Raja Manu menyeberangi samudra yang
tengah dilanda badai dengan Ular Naga Wasuki sebagai talinya. Selama
perjalanan, Sang Ikan Raksasa mengajarkan ilmu pengetahuan Weda kepada Raja
Manu dan yang lainnya. Setelah itu hujan pun mulai reda dan badai pu berlalu.
Badai itu telah menyapu bersih seluruh dunia.
Ikan Raksasa mengantarkan kapal Manu
ke Gunung Himawan. Di gunung itulah Manu dan semua penumpang kapalnya
melanjutkan kehidupan mereka untuk menyongsong zaman yang baru.
Belum ada Komentar untuk "MATSYA AWATARA"
Posting Komentar