Entri yang Diunggulkan

Makna Suri Asuri Sampad

Makna Suri Asuri Sampad Alit S, 21/12/2019 Pada dasarnya dalam diri manusia ada dua kecendrungan, yaitu berbuat baik atau sifat-sifat...

TIGA KERANGKA DASAR AGAMA HINDU

 TIGA KERANGKA DASAR AGAMA HINDU

Sabtu, 26 Juli2021

Gambar, Upacara Mulang Pakelem di Danau Segara Anak Gunung Rinjani Lombok

Agama Hindu adalah agama yang paling tertua dalam sejarah perkembangan agama . Tujuan dari agama Hindu adalah mencapai kebahagiaan jasmani dan rohani. Dalam pustaka Weda disebutkan “Mokshartham Jagathita Ya Ca Iti Dharma”. Agama atau dharma itu ialah untuk mencapai moksa (kebahagiaan rohani) dan jagathita yang artinya mencapai kebebasan jiwatman terhadap kebahagiaan duniawi.

Dalam zaman Kali Yuga sekarang ini sangat sulit mencapai kebahagiaan rohani tersebut mengingat saat ini masyarakat biasanya mengedepankan kepentingan duniawi daripada kepentingan  rohani. Tetapi dalam Agama Hindu juga memiliki pemahaman untuk mencapai kebahagiaan rohani dengan cara menjabarkan menjadi tiga kerangka dasar, yaitu: “Tatwa (filsafat), Etika (susila), dan Upacara (ritual).

Tatwa, Etika, Susila merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Ketiganya mesti dimiliki dan dilaksanakan oleh umat Hindu. Begitu eratnya kaitan antara ketiga dasar ini, sehingga diumpamakan seperti sebuah telur ayam yang terdiri dari: kuning telur dan sarinya adalah tatwa, putih telur adalah susila, sedangkan kulit telur adalah upacara. Telur itu sempurna. Jika ketiga bagiannya sempurna dan dipanaskan dengan tepat dan baik oleh sang induk ayam, maka akan menetaslah telur itu atau lahirlah anak ayam sebagai tujuan akhir dari diciptakannya telur

Adapun penjelasan dari masing-masing bagian kerangka dasar tersebut yaitu:

A. Tattwa

Tattwa berasal dari kata tat dan twa. Tat berarti ”itu” dan twa juga berarti ”itu”. Jadi secara leksikal kata tattwa berarti ”ke-itu-an”. Dalam makna yang lebih mendalam kata tattwa bermakna ”kebenaranlah itu”. Kerapkali tattwa disamakan dengan filsafat ketuhanan atau teologi. Di satu sisi, tattwa adalah filsafat tentang Tuhan, tetapi tattwa memiliki dimensi lain yang tidak didapatkan dalam filsafat, yaitu keyakinan. Filsafat merupakan pergumulan pemikiran yang tidak pernah final, tetapi tattwa adalah pemikiran filsafat yang akhirnya harus diyakini kebenarannya. Sebagai contoh, Wisnu disimbolkan dengan warna hitam, berada di utara, dan membawa senjata cakra. Ini adalah tattwa yang harus diyakini kebenarannya, sebaliknya filsafat boleh mempertanyakan kebenaran dari pernyataan tersebut. Oleh sebab itu dalam terminologi Hindu, kata tattwa tidak dapat didefinisikan sebagai filsafat ,tetapi lebih tepat didefinisikan sebagai dasar keyakinan Agama Hindu. Sebagai dasar keyakinan Hindu, tattwa mencakup lima hal yang disebut Panca Sradha (Widhi tattwa, Atmatattwa, Karmaphala tattwa, Punarbhawa tattwa, dan Moksa tattwa).

Tattwa yaitu filsafat, ajaran, pengetahuan yang bersumber dari Weda (Sruti dan Smerti). Weda terdiri atas enam batang tubuh atau Sad Wedangga, yaitu:  Siksha (fonetika dan fonologi/sandi), Chanda (irama), Wyakarana (tata bahasa), Nirukta (etimologi), Jyotisa (ilmu perbintangan/astrologi), dan Kalpa (ilmu mengenai upacara keagamaan).

Kalpa Wedangga terdiri atas empat jenis menurut topiknya, yaitu: Srauta Sutra (manual untuk upacara besar), Grhya Sutra (manual untuk orang berumah tangga), Dharma Sutra (manual untuk melakukan pemerintahan), dan Sulva Sutra (manual untuk membuat bangunan-bangunan agama hindu).

Dalam perkembangannya, ajaran agama Hindu di Indonesia oleh para orang suci/maharsi disusun dan disesuaikan dengan tempat mereka mengembangkan ajaran dalam bentuk Rontal/Lontar. Salah satunya adalah Sulva Sutra, dalam Bahasa Jawa kuno disebut sebagai rontal/lontar kosala dan kosali. Ada juga Jyotisa, di Bali sering dipakai sebagai pedoman mencari hari baik atau wariga/wewaran. Adapun pokok-pokok ajaran dalam agama Hindu yaitu, Panca Srada, Tri Guna (tiga sifat alami yang ada sejak lahir), Tri Hitakarana (tiga penyebab kebahagiaan), Tri Kaya Parisudha (tiga perbuatan yang harus dijaga kesuciannya), Tri Rna (tiga hutang manusia), Catur Purusa Arta, Sad Ripu, Catur Guru dan banyak lagi ajaran atau filsafat seperti Bhagawad Gita, Samkya, Sarasamuscaya, dan lain sebagainya.

 

B. Etika

Etika atau susila berasal dari kata su yang berarti “baik”, indah, harmonis dan sila yang berarti “prilaku, tata cara/tata laku”. Jadi dapat disimpulkan susila berarti tingkah laku manusia yang baik dalam mengadakan hubungan timbal balik yang selaras dan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan alam semesta (Tri Hita Karana). Setiap individu guna mencapai kesempurnaan dan kesucian hidupnya hendaknya selalu menjaga kesucian pikiran, perkataan, dan perbuatan (Tri Kaya Parisudha).

Untuk menjaga hubungan dengan Ida Sanghyang Widi/Tuhan, dilaksanakan dengan cara menghaturkan persembahan atau sesajen kepada Tuhan  dengan tulus iklas, walaupun persembahan itu kecil atau besar yang penting berdasarkan rasa tulus iklas dan tidak dengan cara berutang atau mencuri. Dapat juga dilakukan dengan Nitya Yadnya (persembahyangan Tri Sandhya, Mesesaiban/Ngejot), dan Naimitika Yadnya (persembahyangan pada waktu-waktu tertentu misalnya hari-hari suci, Tilem, Purnama, Galungan, Kuningan, Nyepi dan hari suci lainya). Selain kedua cara di atas, hubungan dengan Tuhan dapat pula dilakukan dengan berdoa dalam kegiatan sehari-hari (doa makan, sebelum makan, mau bekerja dan sebagainya) dapat pula dengan berjapa/semadi.

Sedangkan untuk menjaga hubungan harmonis antar umata manusia kita harus saling menghormati satu sama lain walaupun kita berbeda golongan, suku, ras, maupun agama. Dalam lingkup kecil seperti di lingkungan keluarga misalnya, anak-anak hendaknya berbicara dan bertingkah laku yang sopan terhadap orang tua. Orang tua juga hendaknya memberi contoh/teladan tentang perilaku yang baik kepada anaknya, sehingga terjadi hubungan yang harmonis di lingkungan keluarga. Mulai dari keharmonisan di dalam keluarga akan tercipta hubungan yang baik di lingkungan masyarakat.

Begitu pula dalam menjaga hubungan dengan alam,  ketika akan menebang pohon untuk digunakan, maka hendaknya menanam pohon baru sebagai pengganti. Dalam agama Hindu juga mengenal upacara untuk menucapkan rasa syukur dan menghargai tumbuh-tumbuhan yang menjaga udara segar dan memberi makanan berupa buah, sayur dan umbi-umbian, upacara ini dilaksanakan pada hari suci Tupek Pengatag. Dengan demikian semua orang hendaknya merawat lingkungan sekitar sehingga alam tetap lestari, dengan cara yang sederhana seperti tidak membuang sampah sembarangan, karena membuang sampah sembarangan akan mengakibatkan banjir dan mesurasak biota laut.

 

C. Upacara

Upacara yaitu kegiatan agama Hindu dalam bentuk ritual atau kurban suci yang pelaksanaanya berdasarkan ketulusiklasan. Suatu upacara tentu ada yantra dan mantra (persembahan/Banten dan doa).  Bhagawadgita BAB IX Sloka 26 menjelaskan: Patram Puspam Phalam Toyam, Yo me bhaktya prayacchati, Tad aham bhakty-upahrtam, Aasnami prayatatmanah. Artinya, Siapapun dengan sujud bhakti kepada-Ku mempersembahkan sehelai daun, sekuntum bunga, sebiji buah-buahan, seteguk air, Aku terima sebagai bhakti persembahan dari orang yang berhati suci.

Adapun beberapa upacara atau yadnya seperti misalnya Panca Yadnya. Panca yadnya yaitu lima jenis persembahan atau yadnya yang dipersembahkan dengan tulus iklas. Adapun bagian-bagiannya yaitu: Dewa Yadnya, yaitu upacara yang ditujukan kepada Ida Shang Yhang Widhi atau para Dewa, upacara tersebut misalnya seperti merakan hari suci Tilem, Purnama, Galungan dan Kuningan, dan lain sebagainya. Rsi Yadnya adalah upacara yang ditujukan kepada para Resi, upacara ini seperti upacara pewintenan, diksa, menghaturkan punia kepada resi, dan lainnya sebagainya, Pitra Yadnya yaitu suatu upacara yang dipersembahakan kepada Pitra, seperti upacara ngaben/kematian, Ngeroras, Nyegara Gunung dan lain sebagainya, Manusa Yadnya yaitu upacra atau kurban suci yang dipersembahkan kepada manusi, seperti upacara otonan, potong gigi, pewiwahan/nikah, dan lainnya.  Bhuta Yadnya yaitu suatu upacara persembahan atau kurban suci yang ditujukan kepada para Bhuta, seperti upacara Mecaru, mesegeh, dan lain sebagainya.

 

 '' Semoga Bermanfaat ''

I Nyoman Alit Suarjaya



Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "TIGA KERANGKA DASAR AGAMA HINDU"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel